Bisnis.com, JAKARTA— Sesaat setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi serta neraca data inflasi dan neraca perdagangan Indonesia, indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak turun signifikan.
Mengapa hal tersebut terjadi? Apakah pelaku pasar merasa tingkat inflasi masih terlalu tinggi? Atau mereka kecewa dengan data neraca perdagangan Indonesia?
Kepala Trust Securities Reza Priyambada menilai jatuhnya IHSG lebih disebabkan oleh kekecewaan pasar terhadap neraca perdagangan Indonesia yang masih mencatatkan defisit.
“Sebenarnya inflasi Agustus itu di bawah estimasi dan masih rendah dari inflasi bulan sebelumnya. Namun, data positif inflasi itu tidak diimbangi dengan defisit neraca perdagangan yang semakin tinggi. Ini mengakibatkan rupiah semakin tertekan dan indeks pun jatuh,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/9/2013).
Seperti diketahui, BPS hari ini mengumumkan laju inflasi pada Agustus 2013 tercatat 1,12%, lebih rendah dari inflasi Juli 2013 sebesar 3,29%.
Sementara itu, defisit neraca perdagangan mencapai per Juli 2013 tercatat US$2,31 miliar dan secara kumulatif mencapai US$5,65 miliar dan tertinggi sepanjang sejarah.
Reza menjelaskan defisit dalam neraca perdagangan menunjukkan jumlah impor di Indonesia masih lebih besar daripada jumlah ekspor dan semakin menekan neraca pembayaran.
“Dengan banyaknya barang atau produk impor, maka permintaan dolar AS juga semakin besar, dan pelemahan rupiah berpotensi semakin dalam. Kalau dilihat, sentimen negatif tersebut yang lebih banyak memengaruhi pergerakan pasar modal saat ini, karena pergerakan bursa Asia justru positif,” jelasnya.
Dia mengatakan jika sentimen negatif terus berlanjut maka tekanan IHSG bisa sampai kembali ke level 3.900. Adapun level IHSG terparah diprediksi berada pada level 3.644.