Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro


JAKARTA—Emiten-emiten pelayaran diyakini perlu melakukan aksi korporasi yang agresif untuk meningkatkan kinerja pada tahun ini, kendati demikian sulitnya akses pendanaan menjadi penghambat dalam melakukan ekspansi.
 
Prospek emiten pelayaran yang melantai di Bursa Efek Indonesia pada tahun ini memang tidak terlalu baik seiring dengan tertekannya harga komoditas batu bara sehingga perlu adanya aksi korporasi yang tepat untuk bertahan.
 
Lucky Bayu Purnomo, Chief Executive Officer (CEO) Remax Capital menilai perlu adanya aksi korporasi yang ekspansif dari emiten pelayaran, sehingga meningkatkan kinerja perseroan menjadi lebih baik.
 
“Kendati demikian, tampaknya agak sulit bagi perseroan untuk mencari modal dari kredit perbankan mengingat resiko industri pelayaran masih cukup tinggi,” ujarnya, Senin (25/02).
 
Lucky menilai prospek industri pelayaran sebenarnya tidak buruk. Menurutnya, laju pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia yang terus tumbuh diyakini akan berimbas terhadap kebutuhan alat transportasi laut.
 
Alternatif lainnya mungkin datang dari penerbitan rights issue. Menurut Lucky, penerbitan rights issue mungkin dapat menjadi alternatif penggalangan dana oleh emiten pelayaran. Meskipun demikian, penerbitan tersebut harus disertai oleh aksi korporasi yang tepat dan jelas.
 
“Obligasi mungkin agak sulit karena kondisi yang kurang kondusif dari industri pelayaran, sehingga kurang menarik bagi investor,” katanya.
 
Saat ini, beberapa emiten pelayaran di BEI masih terpuruk. Misalnya saja  PT Berlian Laju Tanker Tbk yang terancam delisting oleh Bursa Efek Indonesia. BLTA mendapat status gagal bayar (default) untuk utang dengan total nilai sebesar Rp 414,67 miliar.
 
Sementara itu, PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk juga terjerat kasus utang dan kini masih dalam tahap penyelesaian.
 
Salah satu emiten pelayaran yang kesulitan menggalang dana yakni PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. Perseroan saat ini tengah mencari cara untuk memperbaiki kinerjanya pada tahun ini meski sulit mendapatkan pendanaan eksternal.
 
Untuk bertahan di kondisi sulit tersebut, perseroan menjalin kerjasama joint venture dengan beberapa perusahaan pelayaran.
 
"Pendanaan untuk kapal tidak dari bank. Nanti kami meminta pinjaman langsung dalam bentuk barang. Jika perlu kapal, kami akan pinjam kapal bukan uangnya," ujarnya Theo Lekatompessy, Direktur Utama Humpuss Intermoda.
 
Kerjasama ini dalam bentuk kapal dengan perusahaan luar negeri dan difokuskan dengan beberapa perusahaan di ASEAN. HITS tengah menunggu beberapa tender kontrak sehingga dapat menentukan kebutuhan peminjaman kapal tersebut.
 
Menurut Lucky, aksi merger antara emiten pelayaran dengan perusahaan-perusahaan besar tersebut merupakan salah satu langkah yang tepat. Apalagi dengan merger tersebut, likuiditas perseroan akan meningkatkan, sehingga permodalan tidak jadi masalah lagi.
 
Selain itu, dia juga berharap emiten pelayaran mampu mengembangkan bisnis produksi hulu dan hilir. Oleh karena itu, lanjutnya, jika emiten pelayaran menginginkan pertumbuhan kinerja mesti ada diversifikasi usaha dari perseroan.
 
“Selama ini memang emiten pelayaran hanya menjadi sarana penunjang distribusi bisnis hulu dan hilir. Dengan persaingan yang ketat baik dari industri sejenis maupun industri alat transportasi lainnya, agak sulit emiten pelayaran untuk perform,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Others

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper