Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PASAR MODAL: Pajak Produk Alternatif Akan Disetarakan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengupayakan penyeragaman tarif dan skema pajak untuk produk alternatif berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK).

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengupayakan penyeragaman tarif dan skema pajak untuk produk alternatif berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK).

Ada empat jenis produk yang akan diseragamkan, yakni KIK Efek Beragun Aset (EBA), Reksa Dana Penyertaan Terbatas, Dana Investasi Real Estate (DIRE), serta Dana Investasi Infrastruktur (Dinfra).

Dalam gagasannya, OJK berniat untuk menyeragamkan seluruh tarif untuk segala jenis pajak keempat KIK tersebut. Misalnya, jika akan diterapkan pajak pembagian dividen atau pencairan imbal hasil maka tarifnya harus disamakan.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi menjelaskan, saat ini pihaknya masih terus berdiskusi dengan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Apalagi, khusus untuk Dinfra sejauh ini belum memiliki skema pajak khusus.

"Dinfra karena produk baru masih belum termasuk dalam konstruksi KIK. Saat ini kami masih diskusi dengan Ditjen pajak agar disamakan. Karena esensi semuanya sama," jelasnya di Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Selain itu, OJK juga akan menyederhanakan skema perpajakan untuk RDPT. Pasalnya, RDPT yang berinvestasi pada efek bersifat ekuitas seperti saham melalui special purpose company (SPC) masih kena pajak ganda.

OJK sedang mengusulkan dividen dari SPC kepada RDPT tidak dikenakan pajak. Sebab, SPC dianggap satu kesatuan dengan RDPT. Selain itu diusulkan agar dividen dari perusahaan sasaran kepada RDPT juga tidak dikenakan pajak.

Sujanto, Direktur Pengelolaan Investasi OJK menambahkan, selama ini produk KIK mendapat perlakuan khusus sehingga tarif pajaknya berbeda dengan reksa dana konvensional. Perlakuan khusus ini, kata dia, harus disamakan untuk seluruh produk KIK.

Misalnya, untuk DIRE di mana pemerintah telah memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) atas pengalihan properti dari 5% menjadi 0,5% dari nilai bruto aset sejalan dengan penerbitan PP No. 40/2016 tentang PPh Atas Penghasilan Dari Pengalihan Real Estate Dalam Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu.

"Kalau bisa semua perlakuannya disamakan seperti DIRE itu juga. Khusus untuk Dinfra kami harapkan juga sama dengan reksa dana konvensional karena Dinfra juga berinvestasi pada surat utang," harapnya.

Direktur Research & Head Alternative Investment Bahana TCW Investment Soni Wibowo menilai, pajak memang menjadi salah satu penghambat investor untuk masuk ke jenis produk alternatif ini.

Menurutnya, penyeragaman tarif akan memancing investor untuk masuk ke keempat produk itu. Pasalnya, sampai saat ini produk yang terbilang laris hanyalah RDPT dan KIK-EBA. Adapun, Dire dan Dinfra masih sepi peminat.

"Kalau ini berhasil pendanaan proyek infrastruktur akan lebih cepat karena ada kejelasan. Selama ini belum adanya kepastian tarif itu menjadi penghambat," kata dia.

Menurutnya, untuk investor Dinfra yang memegang surat utang dikenai pajak sesuai dengan PP No. 100/2013 tentang Perubahan Atas PP No. 16/2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yakni sebesar 5% dan akan naik menjadi 10% pada 2021.

Aturan tersebut juga diterapkan untuk produk reksa dana yang diinvestasikan pada obligasi. Dia menambahkan, pemerintah juga tidak perlu mengutip pajak penghasilanm atas imbal hasil yang diterima investor.

"Kalau mau ada kutipan di penerbit saja, artinya di manajer investasi jadi investor sudah free."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper