Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Hindari Aset Berisiko, Minyak Mentah Melemah

Minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun 3% atau 1,93 poin ke level US$63,01 per barel di New York Mercantile Exchange, terendah dalam dua pekan terakhir.
Minyak WTI/Reuters
Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah tergelincir pada perdagangan Senin (2/4/2018) karena kekhawatiran perang dagang mendorong investor untuk menjual komoditas dan aset berisiko lainnya.

Minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun 3% atau 1,93 poin ke level US$63,01 per barel di New York Mercantile Exchange, terendah dalam dua pekan terakhir.

Sementara itu, minyak Brent untuk pengiriman Juni turun 1,70 poin ke level US$67,64 di bursa ICE Futures Europe yang berbasis di London. Patokan global ini diperdagangkan lebih mnahal US$4,65 dibandingkan WTI kontrak bulan yang sama.

Dilansir Bloomberg, bursa saham AS menurun karena China memberlakukan tarif impor barang AS sebagai balasan pengenaan tarif, yang menjadi langkah terbaru dalam perselisihan dagang yang meningkat antara kedua negara. Pada saat yang sama, kekhawatiran pasokan yang mendorong hedge fund untuk meningkatkan prediksi bullish pada minyak mentah telah gagal.

"Pasar yang lebih luas sedang berjuang. Selain itu, pasar minyak sangat panjang saat ini, jadi tanpa katalis, akan sulit untuk bertahan lama," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC, hedge fund berbasis di New York.

Minyak juga turun karena volume perdagangan turun 20% di bawah level normal sekitar di sesi perdagangan pertama setelah liburan Paskah pada akhir pekan.

Minyak mentah WTI mengawali bulan April dengan gejolak setelah kenaikan 5,4% di bulan Maret. Upaya OPEC untuk mengekang output diimbangi dengan melonjaknya produksi AS. Seorang wakil menteri perminyakan Kuwait mengatakan kepada kantor berita negara, dia tidak mengharapkan minyak mentah akan turun di bawah US$55 per barel.

Sementara itu, AS tidak menanggapi permintaan China untuk konsultasi mengenai tarif impor baja dan aluminium Washington, Kementerian Perdagangan negara Asia mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin, menambahkan bahwa pejabat memiliki dukungan publik luas untuk tindakan yang lebih keras dan mengulangi sikap Beijing bahwa perselisihan harus diselesaikan dengan dialog.

"Pembalasan dari China memprihatinkan untuk pasar energi," kata Michael Loewen, analis komoditas di Scotiabank. "Jika perang perdagangan terjadi antara kedua negara dan itu mempengaruhi pertumbuhan permintaan dari pasar negara berkembang, itu bisa menjadi masalah besar."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper