Bisnis.com, JAKARTA - Dalam sepekan terakhir, indeks sektor pertambangan terus menunjukkan pelemahan dan bergerak di zona memerah seiring dengan pelemahan harga batu bara global yang bergerak melemah.
Bahkan, harga kontrak batu bara Jepang yang naik 38% pada 8 Mei 2017 tidak cukup membuat harga batu bara bergerak di zona positif dalam perdagangan 3 hari belakangan dan justru terus melanjutkan pelemahan.
Apa yang sebenarnya membuat harga batu bara di pasar global menunjukkan pelemahan? Siklus musim dingin memang telah berakhir sehingga harga batu bara cenderung melemah memasuki musim panas. Namun, apakah benar hanya persoalan ini?
Salah satu pendorong lainnya adalah pemilihan umum Presiden Korea Selatan. Dua kandidat Moon Jae-in dan Ahn Cheol-soo sama-sama ingin mengurangi polusi di negara itu dengan meningkatkan pasokan pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan.
Mengutip Bloomberg, pada Selasa (9/5/2017), Moon Jae-in, Presiden baru Korea Selatan, akan menghentikan pembangkit listrik batu bara existing yang idle selama April dan Mei ketika tingkat debu halus cenderung mencapai puncaknya.
Dia juga akan menutup secara permanen 10 pembangkit listrik batu bara dari jadwal yang direncanakan sementara mempertimbangkan kembali rencana untuk pembangunan sembilan pembangkit listrik tenaga batu bara baru.
“Dia berjanji mengangkat isu debu ultra-halus sebagai agenda puncaknya selama perundingan Korea-China dalam upaya mengurangi kadar debu hingga lebih dari 50%. Moon berencana meningkatkan penggunaan energi terbarukan menjadi 20% pada 2030,” tulis Bloomberg.
Pada Selasa (9/5/2017), sentimen negatif untuk harga batu bara juga datang dari Australia, di mana Adani Charmichael juga dikabarkan akan menambah pasokan 40 juta ton per tahun ke pasar global.
“Ini akan menekan harga batu bara 5,5% harga batu bara global menjadi US$65 per ton dari basis konsensus forecast sebesar US$68,8 per ton,” tulis Bahana Sekuritas mengutip pemberitaan ABC pada Rabu (10/5/2017).
Senior Analyst PT Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada mengungkapkan berita negatif yang mewarnai sektor komoditas belakangan ini, terutama pada komoditas batu bara, mengakibatkan mayoritas saham yang berbasiskan penambangan batu bara terkena dampaknya sehingga banyak yang terhempas ke zona merah.
Pelaku pasar, lanjutnya, kembali melakukan aksi jual tanpa ampun di mana saham-saham batu bara yang sebelumnya banyak diburu pelaku pasar dengan berbagai alasan, baik sentimen, berita terbaru manajemen, atau secara teknikal yang mengindikasikan masih adanya harapan akan tren positif, kini layaknya saham tanpa harapan di mana pelaku pasar langsung melancarkan aksi jualnya secara massif.
Selain itu, lanjutnya, juga ada imbas dari pelemahan komoditas utama global yaitu minyak mentah pada perdagangan sebelumnya. Bahkan kekhawatiran pelaku pasar akan tren penurunan ini justru makin memicu penurunan harga kontrak batu bara yang juga berimbas pada penurunan mayoritas saham-saham ‘emas hitam’ itu.
Reza menilai seiring dengan masih adanya sentimen negatif tersebut, diperkirakan koreksi masih dimungkinkan dapat kembali berlanjut meskipun dia melihat penurunan ini bukanlah dari sisi kinerja fundamental masing-masing emiten batu bara.
Sepanjang volume jual masih menunjukan peningkatan, menurut dia, saham-saham batu bara masih berisiko untuk ditransaksikan.
Sementara itu, lanjutnya, adanya sentimen positif dari tercapainya kontrak pengadaan thermal coal antara Glencore dengan pembangkit listrik Jepang tampaknya belum sepenuhnya direspon positif sehingga diharapkan pelemahan yang terjadi saat ini dapat kian terbatas.
Mengutip Bloomberg pada Senin (8/5/2017), Glencore dan Tohoku Electric sepakat harga batu bara thermal pada kisaran US$85 per ton untuk kontrak pasokan tahunan yang dimulai pada April. Sayangnya sentimen dari Jepang ini tak cukup mendongkrak harga batu bara di pasar global.
“Pelaku pasar pun disarankan tidak banyak berspekulasi pada saham-saham batu bara saat ini untuk mengurangi potensial loss (bagi yang telanjur punya) seiring dengan masih berlangsungnya tren penurunan menuju daerah support-nya. Kami sarankan bersabar dan menantikan momentum pembalikan arah berikutnya,” kata Reza.
Di pasar Newcastle, pada Senin (8/5/2017) harga batu bara untuk pengiriman Mei anjlok 4,87%. Namun, pada Rabu (10/5/2017), harga batu bara di pasar Newcastle untuk pengiriman Mei mulai kembali positif dengan naik tipis 0,25% menjadi US$74,1 per ton.
Bahkan, harga batu bara di pasar Newcastle untuk pengiriman September menguat 1,1% menjadi US$73,6 per ton. Akankah kembali bergerak positif harga batu bara di pasar Newcastle ini akan mendorong kinerja indeks sektoral pertambangan pada Jumat (12/5/2017) bergerak di zona hijau?