Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rugi Menggunung, Ini Alasan Direksi Garuda Indonesia

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. membukukan kerugian hingga US$219,5 juta atau setara dengan Rp2,63 triliun pada kuartal III/2014, melonjak tajam 1.362,62% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu US$15,01 juta.
Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar /BISNIS.COM
Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar /BISNIS.COM

Bisnis.com, JAKRARTA—PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. membukukan kerugian hingga US$219,5 juta atau setara dengan Rp2,63 triliun pada kuartal III/2014, melonjak tajam 1.362,62% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu US$15,01 juta.

Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengungkapkan sesuai dengan siklus industri penerbangan yang cenderung meningkat pada periode semester kedua, performa Perseroan secara keseluruhan mulai menunjukkan pertumbuhan positif pada kuartal III/2014.

"Terutama pada periode Agustus dan September 2014, seiring dengan meningkatnya permintaan dan juga pelaksanaan penerbangan haji,” katanya dalam siaran pers, Kamis (13/11/2014).

Frekuensi penerbangan domestik dan internasional tercatat meningkat 15,4% dari 143.499 penerbangan pada triwulan III/2013 menjadi 165.642 pada triwulan III/2014.

Kapasitas produksi (availability seat kilometer/ASK) meningkat sebesar 15,8% dari 31,86 miliar pada kuartal III/2013 menjadi 36,9 miliar pada kuartal III/2014.

Adapun tingkat ketepatan penerbangan (on-time performance/OTP) juga membaik dari 85,5% pada periode Q3/2013 menjadi 89,6% pada periode yang sama tahun ini.

Anak usaha GIAA, Citilink, hingga periode triwulan ketiga tahun ini mencatatkan pertumbuhan jumlah penumpang hingga 39,3% dari sebanyak 3,8 juta penumpang pada Q3/2013 menjadi 5,3 juta penumpang pada Q3/2014.

Emir mengakui, triwulan ketiga tahun ini GIAA masih membukukan kerugian komprehensif yang tinggi mencapai US$206,4 juta. Dia beralasan kerugian akibat belum pulihnya kondisi makro ekonomi global, faktor masih tingginya harga bahan bakar yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional, serta depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar yang mencapai lebih dari 20%.

"Faktor depresiasi rupiah, serta masih tingginya harga bahan bakar juga ikut menekan profit mengingat biaya bahan bakar merupakan salah satu komponen biaya operasional terbesar, yaitu mencapai 40%,” kilahnya.

Di samping faktor-faktor tersebut, tertekannya profit Garuda juga dipengaruhi oleh lambatnya pengembangan infrastruktur transportasi udara nasional yang berdampak pada inefisiensi operasional penerbangan serta semakin ketatnya kompetisi dalam industri penerbangan Asia Pasifik terutama oleh ekspansi maskapai penerbangan murah dan maskapai penerbangan Timur Tengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper