Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Hari Ini (18/7): Emas Kinclong Usai ATH, Batu Bara Variatif, CPO Hijau

Harga emas kian kinclong usai tembus rekor tertinggi (ATH). Sementara batu bara variatif dan CPO naik.
Batangan emas di kantor pusat YLG Bullion International Co. di Bangkok, Thailand, Jumat (22/12/2023)/Bloomberg-Chalinee Thirasupa
Batangan emas di kantor pusat YLG Bullion International Co. di Bangkok, Thailand, Jumat (22/12/2023)/Bloomberg-Chalinee Thirasupa

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas emas menguat usai mencapai titik tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) pada hari sebelumnya. Batu bara ditutup variatif dan crude palm oil (CPO) mencatatkan penguatan. 

Hal tersebut disebabkan pernyataan Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang memperkuat perkiraan pemangkasan pada September 2024. 

Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Kamis (18/7/2024), harga emas di pasar spot menguat 0,09% ke level US$2.460,99 per troy ounce pada pukul 06.28 WIB.

Kemudian, harga emas Comex kontrak Agustus 2024 menguat 0,19% ke level US$2.464,50 per troy ounce pada pukul 06.17 WIB. 

Mengutip Reuters, harga emas telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Rabu (17/7) lantaran meningkatnya optimisme pada penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS) pada September 2024 dan melemahnya dolar yang meningkatkan permintaan. 

"Ekspektasi bahwa kita semakin dekat dengan pemangkasan suku bunga The Fed dan kita telah melihat ini karena imbal hasil terus menurun secara perlahan sebagai antisipasi, bersama dengan melemahnya dolar, adalah faktor pendukung utama di balik pergerakan emas ini," tutur direktur investasi dan perdagangan alternatif di High Ridge Futures, David Meger. 

Kemudian, data juga menunjukan bahwa produksi pabrik-pabrik AS meningkat lebih dari yang diharapkan pada Juni 2024, berkontribusi pada peningkatan yang solid dalam produksi di kuartal kedua. 

Menurut CME FedWatch Tool. Pasar kini juga melihat peluang sebesar 98% bahwa suku bunga AS akan menurun pada September 2024. 

Harga Batu Bara 

Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara kontrak Juli 2024 di ICE Newcastle menguat 0,26% ke level US$134,75 per metrik ton pada penutupan perdagangan Rabu (17/7). Kemudian, batu bara kontrak Agustus 2024 melemah 0,25% ke level US$137,90 per metrik ton. 

Mengutip Reuters, Kementerian batu bara India (MOC) melakukan langkah untuk perlindungan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya dengan memastikan pembuangan dan penggunaan kembali abu terbang yang dihasilkan oleh pembangkit listrik termal. 

Dikatakan bahwa lewat penelitian dan pengembangan yang ekstensif, memungkinkan penggunaan abu terbang untuk mengisi rongga dan sebagai komponen dalam bahan konstruksi. 

Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Perubahan Iklim mendefinisikan istilah 'abu terbang' tersebut sebagai makna dan termasuk semua abu yang dihasilkan. Hal ini meliputi abu presipitator elektrostatik (ESP), abu terbang kering, abu dasar, abu kolam, dan abu gundukan.

Di lain sisi, China juga berencana untuk memangkas emisi karbon dana industri tenaga batu bara. Hal ini dilakukan lewat uji coba pembakaran pembangkit listrik menggunakan batu bara yang dicampur dengan amonia hijau atau biomassa, serta melalui penangkapan, pemanfaatan dan penyimpangan karbon. 

Harga CPO 

Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka pada penutupan perdagangan Rabu (17/7) kontrak September 2024 menguat 10 poin ke 3.954 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Kontrak Agustus 2024 juga menguat 11 poin ke level 3.977 ringgit per ton. 

Mengutip Bernama, menurut pedagang minyak sawit David Ng, kontrak berjangka CPO ditutup lebih tinggi pada Rabu (17/7) karena harga minyak kedelai yang lebih kuat. 

Dia juga mengatakan kinerja ekspor yang kuat dan sentimen pasar yang positif semakin berkontribusi terhadap keuntungan pada perdagangan Rabu (17/7) kemarin. 

“Kami melihat support RM3.850 dan resistance pada RM4.000,” jelasnya. 

Sebelumnya, ia juga menuturkan bahwa CPO ditutup lebih tinggi pada Selasa (16/7) lantaran kinerja minyak kedelai yang lebih kuat di Chicago Board of Trade (CBOT). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper