Bisnis.com, JAKARTA - China dan Indonesia berencana untuk mengurangi produksi nikel setidaknya sebesar 100.000 metrik ton pada 2024. Hal ini dilakukan lantaran para produsen ingin membatasi kerugian.
Dilansir dari Reuters pada Senin (12/10/2024), hal tersebut diungkapkan oleh pedagang dan analis, dimana logam, bahan yang digunakan dalam pembuatan baja tahan karat dan untuk mobil listrik telah mengalami penurunan harga.
Lanjutnya, mereka menuturkan bahwa pemotongan lebih lanjut dibutuhkan jika produsen ingin meningkatkan harga dan menghilangkan surplus dari pasar, daripada menghentikan kerugian.
Untuk diketahui, harga nikel meroket pada2022 dan mencapai puncak di atas US$100.000 atau sekitar Rp1,5 miliar per metrik ton.
Kenaikan harga tersebut terjadi setelah ekspektasi pasokan yang lebih rendah dari produsen utama Rusia, menyusul invasi ke Ukraina, yang kemudian mendorong pasar untuk mengurangi ekspektasi pada harga yang lebih rendah.
Kini, harga nikel telah diperdagangkan sekitar US$16.000 per ton setelah produksi meningkat di Indonesia.
Baca Juga
Adapun, pada tahun lalu, Tanah Air menyumbang lebih dari separuh pasokan tambang global yang diperkirakan sekitar 3,4 juta metrik ton. Pasokan Indonesia mencapai 30% dari total pada tahun 2020.
Respon Perusahaan dan Tanggapan Analis
Lantaran pasokan tambahan menambah dampak pelemahan ekonomi yang menurunkan permintaan, penambang Barat termasuk BHP kemudian membekukan aset, menunda proyek, atau mengurangi produksi.
Menurut analis Macquarie, pemangkasan produksi nikel sejauh ini telah menghilangkan lebih dari 230.000 ton atau sekitar 6% dari potensi pasokan pada 2024. Namun, hal itu tidak cukup untuk mendongkrak harga.
Kemudian, sumber produsen global juga mengatakan bahwa pemangkasan lebih dalam akan dibutuhkan untuk mencegah kerugian keuangan. Konsultan Benchmark Mineral Intelligence memperkirakan bahwa pemotongan lebih dari 250.000 ton diperlukan untuk menyeimbangkan pasar nikel global tahun ini.
Berikutnya, analis menuturkan bahwa sebagian besar surplus dan persediaan yang tinggi berada pada nikel pig iron (NPI), yakni alternatif yang lebih murah dibandingkan nikel bermutu tinggi untuk produksi baja tahan karat. China dan Indonesia menyumbang 70% pasokan nikel global, yang sebagian besar merupakan NPI.
"Jika kita mengambil jatah gangguan 3% atau 100.000 ton, sekitar 100.000 ton lagi harus dipotong untuk menyeimbangkan pasar," kata Jim Lennon, ahli strategi di Macquarie dilansir dari Reuters, Senin (12/10/2024).
Menurutnya, dengan harga NPI sekitar US$11.000 per ton, maka seharusnya ada penyesuaian pasokan di China dan Indonesia. Lennon memperkirakan biaya produksi NPI adalah US$10.000-US$11.000 per ton, dan US$12.000 per ton di Indonesia dan China. Harga tersebut dinilai sangat sulit untuk menghasilkan keuntungan.
Analis Bank of America, kemudian menuturkan bahwa dengan biaya bahan baku, termasuk bijih nikel, listrik dan batu bara, yang mencapai 73% dari harga NPI, maka banyak pabrik NPI di China menjadi tidak menguntungkan.