Bisnis.com, JAKARTA - Saat ini bermunculan platform transaksi emas batangan dengan beragam bentuk transaksi dan kemudahan transaksi secara elektronis. Sebut saja “Ëmas Digital” yang sangat digandrungi oleh berbagai kalangan masyarakat termasuk kalangan milenial untuk tujuan investasi. Emas yang ditransaksikan bukan emas dalam bentuk digital, tetapi benar tersedia dan tersimpan fisik emas dalam gramasi tertentu. Hanya saja, transaksi dan catatan kepemilikan fisik emas dilakukan secara digital dan real time.
Ragam bentuk transaksi emas dapat berupa jual dan/atau beli, beli suka-suka sampai gramasi tertentu, cicilan tetap dengan penyerahan kemudian, titip, dan cetak serta transaksi lain sesuai dengan inovasi, perkembangan dan kebutuhan dalam perdagangan Emas Digital. Terdapat berbagai penamaan bentuk transaksi Emas Digital seperti cicil emas, tabung emas, dan brankas, tetapi esensinya sama.
Ragam bentuk transaksi Emas Digital tersebut sangat lekat dengan aspek perdagangan sebagai tatanan kegiatan yang terkait transaksi barang dengan tujuan pengalihan hak atas barang. Fisik emas merupakan barang berwujud dan barang bergerak yang dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha (Pasal 1 UU 7/2014 tentang Perdagangan).
Dengan demikian, menjadi pertimbangan kuat bagi Kementerian Perdagangan dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan regulasi mengenai penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital berupa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Perba), apalagi pengaturannya berdasarkan UU Perdagangan dan UU 32/1997 jo UU 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Titik tolak dari aspek perdagangan itu pula rapat koordinasi antara BI, OJK dan Bappebti pada 14 Januari 2019 menetapkan bahwa Bappebti menjadi regulator yang mengatur dan mengawasi seluruh model bisnis transaksi Emas Digital dengan Permendag dan Perba dengan pertimbangan bahwa model bisnis Emas Digital tersebut merupakan objek pengaturan dan pengawasan oleh Bappebti.
Beberapa regulasi teknis dimaksud yaitu Permendag 119/2018 tentang tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital, Perba 2/2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi, dan Perba 4/2019 jo Perba 13/2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital.
Baca Juga
Substansinya mengatur secara komprehensif mengenai tata kelola penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital: mulai dari kewajiban pemenuhan standar mutu emas; penyediaan dan penyimpanan (depository) fisik emas; bentuk transaksi dan mekanisme transaksi serta kelembagaan; penyimpanan dana pada segregated account, penyelesaian transaksi dengan prinsip delivery versus payment, dan withdrawal; digitalisasi transaksi dan catatan kepemilikan emas; mitigasi risiko, penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT) serta laporan transaksi keuangan yang mencurigakan; dan penyelesaian perselisihan.
Masing-masing lembaga memiliki kewajiban, hak dan tanggung jawab berbeda tetapi dalam satu mata rantai penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital dengan sistem yang compatible dalam rangka mitigasi risiko dan memberikan perlindungan kepada para pihak. Menurut Bappebti, sekurang-kurangnya ada lima manfaat pengaturan tersebut.
Pertama, memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pelaku usaha dan masyarakat. Kedua, meningkatkan investasi dalam negeri. Ketiga, meningkatkan penerimaan pajak bagi negara. Keempat, mencegah money laundering dan terrorist financing. Kelima, membuka lapangan kerja baru.
Beberapa waktu belakangan ini, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada 12 Januari 2023 yang juga menjadi tanggal diundangkan dan mulai berlakunya UU P2SK. Di dalam Pasal 130-Pasal 132 UU P2SK mengatur bahwa kegiatan usaha bulion (bullion) merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Kegiatan lainnya sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 130 di antaranya mencakup transaksi luar bursa (over the counter), transaksi derivatif, dan transaksi sekuritisasi. LJK yang melakukan kegiatan usaha bulion wajib memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan ketentuan penyelenggaraan kegiatan usaha bulion diatur dalam Peraturan OJK.
Mencermati kedua regulasi tersebut, terdapat irisan dalam penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital dengan penyelenggaraan kegiatan usaha bulion terutama pada aspek perdagangan. Meskipun demikian, UU P2SK tetap memberi ruang bagi tumbuh dan berkembangnya penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital. Bahkan dapat dikatakan bahwa kedua regulasi saling sinergi satu dengan lainnya, dan UU P2SK memperkokoh penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital yang sudah berjalan baik selama ini.
Oleh karena itu, pada tataran kebijakan teknis dan implementasi penyelenggaraan kegiatan usaha bulion dan penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital diharapkan semakin sinergi dalam sinkronisasi dan harmonisasi regulasi untuk kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pelaku usaha dan masyarakat.