Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Divestasi Saham Vale (INCO) dan Nasib Waskita (WSKT)

Berita tentang divestasi saham INCO menjadi salah satu berita pilihan editor Bisnisindonesia.id hari ini. 
Ilustrasi-Canva
Ilustrasi-Canva

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten nikel, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) tengah menjadi sorotan seiring dengan rencana divestasi saham 11 persen. Seiring dengan hal itu pergerakan saham INCO cenderung melemah. 

Meskipun, pergerakan saham INCO hingga penutupan perdagangan Selasa (6/6/2023) stagnan di level Rp6.600 yang awalnya sempat mengalami penurunan terbatas. Adapun kapitalisasi pasar INCO mencapai Rp65,58 triliun dengan valuasi PER 11,11 kali.

Berita tentang divestasi saham INCO menjadi salah satu berita pilihan editor Bisnisindonesia.id hari ini. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (7/6/2023):

1. Menerka Performa INCO di Tengah Rencana Divestasi Saham

Sebulan terakhir, saham INCO sudah turun 6,05 persen. Sementara sepanjang 2023 berjalan atau year-to-date (YtD) turun 7,04 persen. Sementara, pada akhir 2023 saham INCO mencapai level Rp7.200. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif untuk meninjau kembali status 20 persen kepemilikan saham publik di Vale Indonesia. Mengingat, pihaknya menerima informasi dugaan 20 persen porsi kepemilikan saham di pasar modal domestik tersebut dikuasai oleh perusahaan cangkang atau afiliasi dari Sumitomo Metal Mining Co.Ltd.

Permintaan itu disampaikan Bambang menyusul rencana pemerintah untuk menguasai saham mayoritas INCO. Seperti diketahui, mayoritas saham INCO masih dikuasai asing, yakni Vale Canada Limited sebesar 43,79 persen dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03 persen. 

Sementara itu, komposisi kepemilikan domestik diwakili oleh Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) sebesar 20 persen. Selanjutnya terdapat 20 persen kepemilikan saham yang dipegang oleh entitas publik dan individu di dalam negeri yang belakangan dituding Bambang sebagai perusahaan cangkang Sumitomo. 

 

2. Rekor Baru Pertamina di Tengah Usaha Caplok Blok Masela

PT Pertamina (Persero) berhasil membukukan kinerja moncer pada periode 2022 dengan laba bersih atau net profit sebesar US$3,81 miliar setara dengan Rp56,61 triliun.

Pertumbuhan tersebut diperoleh di tengah upaya perusahaan plat merah itu memperoleh 35 persen hak partisipasi (participating interest/PI) di Blok Masela dari Shell, perusahaan minyak dan gas bumi asal Belanda.

Torehan ini meningkat 56 persen dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya. Di samping itu, perseroan turut pendapatan setara Rp1.1262,34 triliun atau US$85 miliar. Pendapatan itu merupakan yang tertinggi dalam sepanjang sejarah berdirinya perusahaan.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati percaya diri perseroan tetap dapat meningkatkan kinerja sepanjang tahun lalu di tengah volatilitas harga minyak mentah dunia serta dinamika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

Menurut Nicke, torehan menggembirakan itu ditopang oleh pembenahan mendasar dari aspek operasional, digitalisasi serta struktur organisasi yang lebih efisien. Apalagi, kata Nicke, harga minyak mentah belakangan justru mengalami tren pelemahan. 

3. Memeram Ekonomi Hijau Agar Matang dan Berbuah Manfaat

Ekonomi hijau sebagai model pembangunan menawarkan gagasan untuk menyinergikan pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kualitas lingkungan. Dalam jangka panjang, ekonomi hijau menjanjikan keuntungan lebih besar. Meski demikian, di tahap awal atau pada periode transisi diperlukan biaya atau cost yang tidak sedikit.

Ibarat buah yang masih mengkal, ekonomi hijau di Indonesia masih dalam tahap transisi dan  harus diperam agar matang dan menghasilkan manfaat. Jika semua berjalan baik, ekonomi hijau ini dapat mendorong munculnya peluang kerja baru (green jobs) juga peluang investasi baru (green investment).

Seperti disampaikan Lukita Tuwo, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di era Menko Sofyan Djalil, pertumbuhan ekonomi hijau adalah suatu pendekatan untuk mencapai sejumlah tujuan secara serentak. Dengan begitu, Indonesia dapat lebih dekat dengan pembangunan berkelanjutan yang sesungguhnya. 

“Hal ini dirancang untuk mewujudkan peningkatan PDB dan standar hidup yang berkelanjutan dan terdistribusi secara adil, sementara pada saat yang sama, membatasi polusi, membangun infrastruktur yang bersih dan tangguh, menggunakan sumberdaya dengan lebih efisien, dan menilai aset alam yang sering tidak dihitung nilai ekonominya meskipun telah mendukung keberhasilan ekonomi selama berabad-abad yang akhirnya menentukan kesejahteraan manusia,” ujarnya.

Hal itu tertulis dalam dokumen Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau di Indonesia: Peta Jalan untuk Kebijakan, Perencanaan, dan Investasi  yang diterbitkan tahun 2015.

Dia menyebutkan meskipun akan ada biaya dalam proses transisi menuju pertumbuhan ekonomi hijau, setidaknya dalam jangka pendek, secara keseluruhan biaya ini akan diimbangi bahkan dilampaui oleh manfaat yang akan diperoleh.

Tantangannya, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi hijau ada hal kondisi harus dihadapi. Hal itu termasuk kebutuhan untuk mengelola proses transisi menuju model pertumbuhan ekonomi yang baru. Model pertumbuhan  yang setidaknya dalam jangka pendek dapat merugikan pihak tertentu dan menguntungkan pihak lainnya.

Namun, ibarat pepatah sekali layar terkembang pantang biduk surut ke belakang, pemerintah terus bergerak mengembangkan ekonomi hijau dengan segala tantangannya.

 

4. Mencari Solusi Generasi Muda Bisa Beli Rumah yang Terjangkau

Pandemi Covid-19 yang mereda dan terkendali dan mulai normalnya kondisi saat ini memang berdampak pada sektor properti residensial. Salah satunya harga rumah yang perlahan mulai mengalami kenaikan. Pasalnya, selama pandemi melanda Tanah Air pengembang menahan kenaikan harga jual properti hunian komersial primary atau anyar. 

Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia, indeks harga properti residensial (IHPR) masih mengalami kenaikan sebesar 1,79 persen secara tahunan (Year-on-Year/YoY) pada kuartal I tahun 2023. Namun demikian, besaran kenaikan IHPR pada kuartal I tahun 2023 ini sedikit lebih rendah dibandingkan dari kuartal IV tahun 2022 yang mencapai 2,00 persen (YoY). Kenaikan harga rumah terjadi pada rumah tipe kecil, menengah dan besar. Untuk rumah tipe kecil, kenaikan harga rumah pada kuartal I tahun 2023 mencapai sebesar 1,77 persen (YoY), lebih rendah jika dibandingkan dari kuartal IV tahun 2022 yang mengalami kenaikan 2,08 persen. 

Kemudian, untuk rumah tipe menengah mengalami kenaikan 2,76 persen (YoY) pada kuartal I tahun 2023, lebih rendah dari kuartal IV tahun 2022 yang mencapai 3,22 persen. Untuk rumah tipe besar, harga rumah mengalami kenaikan 1,36 persen (YoY) di kuartal I tahun 2023, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencapai 1,43 persen. Secara spasial, pergerakan indeks harga rumah yang melambat pada kuartal I tahun 2023 terutama terjadi di Kota Pontianak, Yogyakarta, dan Surabaya. 

Tren perlambatan IHPR primer pada kuartal I 2023 relatif sejalan dengan laju inflasi bahan bangunan yang juga melambat. Inflasi tahunan Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk sub kelompok pemeliharaan, perbaikan, dan keamanan tempat tinggal/perumahan pada Maret 2023 sebesar 3,21 persen (YoY) melambat dibandingkan inflasi Desember 2022 sebesar 3,46 persen (YoY). 

Kenaikan harga rumah komersial ini memang telah dimulai sejak awal tahun 2022. Adapun berdasarkan hasil SHPR Bank Indonesia, pertumbuhan IHPR kuartal I tahun 2022 tercatat sebesar 1,77 persen (YoY), lebih tinggi dari 1,47 persen (YoY) pada kuartal sebelumnya, maupun dibandingkan 1,35 persen (YoY) pada kuartal I tahun 2021. 

Pada kuartal I tahun 2022, kenaikan IHPR terjadi pada seluruh tipe rumah yaitu tipe kecil tumbuh sebesar 2,01 persen (YoY), lebih tinggi dari 1,99 persen (YoY) dari kuartal sebelumnya. Kemudian, untuk rumah tipe menengah mengalami kenaikan harga sebesar 2,18 persen (YoY) lebih tinggi dari kuartal sebelumnya sebesar 1,48 persen (YoY). Selanjutnya untuk rumah tipe besar meningkat 1,11 persen (YoY) harganya dari kuartal I tahun 2021 yang sebesar 0,93 persen (YoY). 

Kenaikan harga rumah komersial ini memang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat terutama bagi mereka yang belum memiliki hunian. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga mencatat terdapat sekitar 81 juta generasi milenial di Indonesia yang masih belum memiliki rumah.

5. Memperkirakan Nasib Waskita Karya di Sisa Tahun Ini

Cerita BUMN karya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) tak ada habisnya. Seiring Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyoroti laporan keuangan yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan, perseroan juga memproyeksikan kerugian semakin membengkak pada 2023. 

WSKT memperkirakan rugi bersih akan meningkat 7,44 persen menjadi Rp1,79 triliun pada 2023. Dikutip melalui laporan tahunan 2022, manajemen Waskita mengestimasikan rugi bersih mencapai Rp1,79 triliun pada 2023. Rugi tersebut meningkat 7,44 persen dari rugi tahun berjalan sebesar Rp1,67 triliun sepanjang 2022. 

"Sejumlah komponen yang memengaruhi hal tersebut di antaranya beban keuangan yang sejumlah Rp3,32 triliun,” tulis manajemen dalam Laporan Tahunan 2022. 

Jika menilik laporan keuangan per 31 Desember 2022, Waskita mencatatkan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar Rp1,89 triliun pada 2022. Rugi ini membengkak 73,3 persen dari Rp1,09 triliun dibanding periode yang sama sebelumnya.

Di sisi lain, Waskita menargetkan pendapatan sebesar Rp20,54 triliun atau naik 34,27 persen dibandingkan capaian Rp15,3 triliun pada 2022. Adapun keseluruhan pendapatan Rp20,54 triliun merupakan pendapatan internal. 

Secara rinci, segmen konstruksi diperkirakan berkontribusi hingga Rp14,11 triliun, beton precast Rp2,3 triliun, toll road Rp7,52 triliun, realti Rp1,07 triliun, dan infrastruktur lainnya sebesar Rp1,1 triliun. 

Waskita juga telah menyiapkan beberapa strategi pemulihan kinerja keuangan dalam kerangka kerja transformasi bisnis. Di antaranya adalah Waskita berupaya unggul sebagai kontraktor EPC pada infrastruktur air dengan memanfaatkan aset dan keterampilan untuk menangkap pangsa pasar. 

Waskita akan membangun kemampuan untuk menangkap pangsa domestik agar unggul dalam pembangunan bandara dengan membangun fungsi khusus bandara dan meningkatkan keahlian SDM.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper