Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terpantau melemah pada awal perdagangan Senin (27/9/2021).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah tercatat melemah 2,5 poin atau 0,02 persen ke posisi Rp14.260 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS mencatakan penurunan 0,12 persen ke 93,214.
Hingga 09.10 WIB, mata uang Asia lainnya terpantau bervariasi dengan mayoitas mengalami penguatan. Yen Jepang menguat 0,08 persen, yuan China naik 0,17 persen, ringgit Malaysia melejit 0,12 persen, bath Thailand menanjak 0,19 persen, dan won Korea Selatan bertambah 0,11 persen.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, salah satu sentimen penekan pergerakan rupiah hari ini adalah munculnya varian baru Covid-19 yang dibarengi dengan gelombang penyebaran di negara -negara seperti Singapura dan India.
Ia mengatakan, apabila lonjakan kasus ini tidak tertangani secara tepat, akan berpotensi mengubah skenario pemulihan ekonomi global. Apalagi, kedua negara tersebut juga merupakan partner dagang utama Indonesia.
“Sehingga ada potensi akan memberikan dampak juga ke Indonesia via perdagangan internasional,” katanya saat dihubungi Bisnis, kemarin.
Baca Juga
Sementara itu, dari luar negeri, kasus Evegrande masih belum menemui titik terang sampai Jumat lalu. Meskipun sudah berhasil memenuhi beberapa kesepakatan kewajiban pembayaran, Yusuf mengatakan pasar masih ragu hal tersebut cukup untuk membayar utang perusahaan sebesar USS$300 miliar.
“Intervensi masih diperlukan untuk melunasi atau restrukturisasi utang tersebut,” lanjutnya.
Seiring dengan hal tersebut, Yusuf memprediksi nilai tukar rupiah akan bergerak melemah pada kisaran Rp14.260 – Rp14.280.
Sebelumnya, Tim Riset Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX) mengatakan bahwa saat ini pelaku pasar yang masih menyerap sentimen dari hasil pertemuan the Fed pekan ini terkait kebijakan suku bunga dan tapering.
“Walaupun tidak merubah tingkat suku bunga, namun diserap positif oleh para pelaku pasar,” urai tim riset ICDX.
Pada pertemuan the Fed pekan ini, tidak ada perubahan suku bunga, namun berdasarkan sejumlah pernyataan, terdapat indikasi bahwa kondisi ekonomi saat ini sudah berada dalam kondisi yang cukup kondusif walaupun penyebaran Covid-19 di AS sedikit memberikan perlambatan perbaikan ekonomi.
Namun, pada sejumlah pernyataan berikutnya, pasar mulai menyerap bahwa ada rencana The Fed untuk mulai normalisasi kebijakan (tapering) terutama pada kuantitas pembelian aset oleh the Fed. Oleh pernyataan tersebut, fluktuasi dolar AS kembali menguat.