Bisnis.com, JAKARTA – Pembatasan sosial yang diperketat sejak awal Juli serta kenaikan harga batu bara muncul sebagai tantangan bagi kinerja emiten semen pada semester II/2021.
Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada mengatakan pembatasan mobilitas masyarakat saat PPKM Darurat dan PPKM Level 4 turut memengaruhi permintaan semen.
Selain beberapa proyek menjadi ditunda, masyarakat juga tampaknya mulai mengerem laju pembelian rumah dan apartemen. Adapun, sektor properti sangat terkait dengan permintaan semen sebagai bahan dasar pembangunan.
“Saya melihat dengan PPKM ini kebutuhan masyarakat untuk rumah dan apartemen itu mungkin tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Pembangunan infrastruktur juga belum sekencang sebelum pandemi,” kata Reza kepada Bisnis, Minggu (12/9/2021).
Selain tantangan dari permintaan, kenaikan harga batu bara ke level tertinggi juga diperkirakan menekan kinerja emiten semen dari sisi biaya produksi yang berujung pada tekanan pada marjin.
Sebagai bahan bakar pengolahan semen, harga batu bara terus menanjak sejak awal tahun. Mengutip data Bloomberg pada Minggu (12/9/2021), harga batu bara Newcastle di bursa ICE Futures Europe Commodities kontrak teraktif naik 158,60 persen menjadi US$173,65 per ton.
Baca Juga
Kendati demikian, Reza mengingatkan secara riil antara produsen batu bara dan produsen semen tentunya memiliki harga acuan yang sesuai dengan kontrak.
“Jadi biasanya harga sudah ditentukan sesuai kontrak, tidak terpengaruh dengan naik-turun harga yang terjadi harian,” ujar Reza.
Di luar kondisi industri semen yang masih berada di jalur pemulihan, baru-baru ini tampil pendatang baru di lantai bursa yaitu PT Cemindo Gemilang Tbk. (CMNT) yang merupakan produsen semen Merah Putih. CMNT melepas 1,72 miliar saham atau setara dengan 10,04 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah penawaran umum perdana saham (IPO).
Harga penawaran ditetapkan Rp680 sehingga perseroan mengantongi dana segar senilai Rp1,17 triliun dari aksi korporasi tersebut.
Reza menilai keputusan CMNT melakukan IPO saat kondisi industri belum pulih benar terkait dengan strategi perseroan untuk mendanai belanja modal maupun modal kerja. Dia menilai investor saat ini akan masih fokus mengakumulasi saham semen yang sudah lebih dulu berada di pasar saham seperti PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR).
“Tapi apabila kinerja CMNT ini sudah terlihat dan valuasinya menarik, bukan tidak mungkin pelaku pasar akan melirik saham CMNT juga,” ujar Reza.
Analis J.P. Morgan Sekuritas Indonesia Henry Wibowo dan Arnanto Januri menambahkan keberadaan CMNT belum akan mengancam emiten semen seperti SMGR maupun INTP.
“Menurut kami, IPO ini akan membawa risiko minimal untuk INTP dan SMGR,” tulis J.P. Morgan.
Adapun hal itu disebabkan oleh valuasi CMNT yang lebih tinggi ketimbang valuasi INTP dan SMGR. Selain itu, kenaikan harga batu bara akan membuat tingkat kompetitif harga menjadi terbatas, khususnya mengingat posisi neraca keuangan CMNT yang lebih lemah dibandingkan INTP dan SMGR.
Sementara itu, INTP dan SMGR masih memiliki kekuatan untuk menyerahkan biaya inflasi kepada konsumennya terutama saat permintaan meningkat pada semester II/2021 ini di masing-masing home market perseroan.
J.P. Morgan tetap memberikan rekomendasi overweight untuk saham INTP dengan target harga Rp15.000 dan SMGR dengan target harga Rp12.000.