Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah berpeluang melanjutkan tren penguatannya pada Kamis (27/5/2021) mendatang.
FX Senior Dealer Bank Sinarmas Deddy mengatakan, penguatan rupiah pada Selasa (25/5/2021) lalu mengikuti pergerakan mata uang regional yang juga menguat terhadap dolar AS. Hal tersebut juga didukung oleh tren serupa yang terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Sentimen utamanya adalah keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan,” katanya saat dihubungi pada Rabu (26/5/2021).
Deddy menuturkan, rupiah masih berpeluang menguat pada perdagangan Kamis esok kendati pergerakannya agak terbatas. Hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan korporasi pada periode akhir bulan.
Menurutnya, rupiah akan bergerak pada kisaran Rp 14.250-Rp14.350 per dolar AS.
Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pergerakan mata uang rupiah akan cukup fluktuatif pada Kamis mendatang. Namun, peluang kelanjutan tren positif masih cukup terbuka.
Baca Juga
“Rupiah diprediksi ditutup menguat pada rentang Rp14.300-Rp14.360,” ujarnya.
Ibrahim menjelaskan, salah satu faktor penguatan rupiah pada Selasa lalu adalah putusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan di 3,5 persen. Satu hal yang menjadi pertimbangan BI adalah stabilitas nilai tukar rupiah.
Perry Warjiyo, Gubernur BI menuturkan, keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Sebagai stimulus untuk menopang pertumbuhan ekonomi dari dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), BI tidak hanya menurunkan suku bunga acuan. Giro Wajib Minimum (GWM) juga dipangkas agar perbankan memiliki likuiditas yang lebih untuk menyalurkan kredit.
Sementara itu, sentimen lain yang mempengaruhi laju rupiah adalah rencana pemerintah untuk melakukan tax amnesty dan meningkatkan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi hingga 35 persen.
“Hal ini sesuai dengan rencana reformasi perpajakan yang akan dilakukan pemerintah. Struktur tarif PPh ini juga nantinya menjadi lima lapisan, dimana wajib pajak (WP) dengan penghasilan Rp 5 miliar ke atas akan terkena tarif 35 persen,” jelas Ibrahim.
Reformasi perpajakan tersebut juga dilakukan seiring dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Hingga akhir April 2021, defisit anggaran tercatat sebesar Rp138,1 triliun, setara dengan 0,83 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit anggaran tersebut disebabkan oleh penerimaan negara yang lebih rendah dibanding belanja negara. Tercatat penerimaan negara sebesar Rp585 triliun atau 33,5 persen dari pagu Rp1.743,6 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp723 triliun atau 26,3 persen dari pagu Rp2.750 triliun.
Sementara itu, dari luar negeri, nilai dolar AS turun pada Selasa pagi di Asia seiring dengan komentar dari pejabat Federal Reserve AS yang meredakan kekhawatiran investor terhadap potensi inflasi yang tak terkendali.
Pejabat Federal Reserve AS, termasuk Gubernur Lael Brainard, Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic, dan Presiden Fed St.Louis James Bullard, bersikeras bahwa setiap inflasi bersifat sementara.
Sementara itu, indeks Aktivitas Nasional Fed Chicago AS, yang dirilis pada hari Senin, terpantau 0,24 lebih rendah dari perkiraan pada bulan April. Hal ini meredakan kekhawatiran investor tentang perubahan kebijakan moneter dovish Fed.