Bisnis.com, JAKARTA—Di tengah tren perdagangan aset kripto yang semakin marak di masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara akan risiko aset digital tersebut.
Melalui unggahan di media sosial resminya, OJK mengingatkan agar masyarakat mewaspadai risiko aset kripto karena aset tersebut tidak memiliki underlying yang jelas, berbeda dengan instrumen lainnya.
“Aset kripto saat ini merupakan jenis komoditi, bukan sebagai alat pembayaran yang sah. OJK telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebagai otoritas pembayaran dan menyatakan bahwa mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia,” demikian tulis OJK, seperti dikutip Bisnis, Selasa (11/5/2021).
Otoritas yang dipimpin Wimboh Santoso ini juga menggarisbawahi, aset kripto termasuk komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun sehingga masyarakat harus paham dari awal potensi dan risikonya sebelum melakukan transaksi aset kripto.
“OJK tidak melakukan pengawasan dan pengaturan atas aset kripto, melainkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan,” tegas OJK.
Merujuk pada Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019, crypto asset atau aset kripto adalah komoditi yang tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.
Baca Juga
Bappebti sendiri telah mengeluarkan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan dan pedagang aset kripto yang telah mendapat persetujuan untuk melakukan transaksi aset kripto.