Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi korporasi diprediksi kembali semarak pada awal tahun 2021 seiring dengan membaiknya perekonomian global dan pemulihan permintaan dari investor.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga 30 November 2020, sepanjang tahun ini terdapat 95 emisi obligasi dari 58 emiten dengan total nilai emisi sebesar Rp74,89 triliun. Sementara itu pada periode yang sama tahun lalu telah terbit 95 emisi obligasi dari 50 emiten dengan total nilai emisi Rp113 triliun rupiah.
Terkait hal itu, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, emisi obligasi korporasi kemungkinan akan menunjukkan pemulihan pada awal tahun depan. Hal tersebut terjadi seiring dengan kemunculan vaksin untuk virus corona yang meningkatkan prospek pemulihan ekonomi global.
Ramdhan menjelaskan, selama tahun 2020, kebanyakan perusahaan terpaksa menunda rencana ekspansi dan upaya refinancing akibat pandemi virus corona. Hal ini juga ditambah dengan sikap investor yang cenderung waspada dalam memilih instrumen investasi.
Pada awal tahun depan, Ramdhan memperkirakan emisi obligasi korporasi akan kembali ramai dilakukan. Selain faktor vaksin virus corona, kemunculan kembali obligasi korporasi juga akan ditopang oleh permintaan dari investor.
“Di awal tahun, investor umumnya akan aktif mencari instrumen untuk melakukan rebalancing portofolio investasinya,” katanya saat dihubungi pada Senin (14/12/2020).
Tingkat permintaan dari investor juga didukung oleh tren suku bunga rendah yang diberlakukan oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dengan tingkat imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) yang semakin menurun, investor akan berpaling ke obligasi korporasi demi mendapatkan return yang optimal.
Di sisi lain, tren suku bunga yang rendah juga akan berimbas pada penurunan biaya penerbitan (cost of fund). Ia mengatakan, biaya penerbitan obligasi dapat dijaga pada level yang rendah sehingga akan memaksimalkan penawaran dan penyerapan surat berharga perusahaan.
Meski demikian, Ramdhan mengatakan cost of fund yang rendah tidak dapat dinikmati oleh seluruh perusahaan. Ia menuturkan, selain tingkat suku bunga, masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi pergerakan cost of fund obligasi korporasi.
Salah satu faktornya adalah kondisi sektoral pada masing-masing perusahaan. Keadaan tiap yang beragam akan menentukan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menerbikan obligasi.
“Selain itu, investor juga akan melihat track record serta rating utang perusahaan tersebut. Umumnya, cost of fund obligasi perusahaan dengan rating yang biasa saja atau track record yang kurang baik akan tetap tinggi,” jelasnya.