Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mirae Sekuritas Pertahankan Proyeksi Netral untuk Emiten Rokok dan Tembakau

Berdasarkan data Bloomberg, mayoritas harga saham emiten rokok mengalami penurunan pada perdagangan hari ini, Selasa (20/10/2020).
Pabrik rokok/Dok. Bea Cukai
Pabrik rokok/Dok. Bea Cukai

Bisnis.com, JAKARTA – Penundaan pengumuman kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) oleh Kementerian Keuangan membuat harga saham emiten rokok dan tembakau terpantau anjlok pada perdagangan hari ini Selasa (20/10/2020).

Berdasarkan data Bloomberg, harga saham emiten rokok tier satu seperti PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) melemah hingga 5,86 persen ke level Rp40.550, diikuti oleh PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) yang juga turun 5,67 persen ke level Rp1.415.

Harga saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) juga anjlok 5,21 persen ke level Rp364 bersamaan dengan menurunnya harga saham PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC) sebesar 2,1 persen ke level Rp700. Adapun, harga saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA) terpantau bergerak stagnan di level Rp370.

Analis Christine Natasya dari Mirae Asset Sekuritas menilai meskipun pembatasan sosial skala besar (PSBB) di wilayah Jakarta telah kembali ke masa transisi, pihaknya mencatat pemulihan volume penjualan emiten rokok didukung oleh sebagian besar perokok yang membeli rokok batangan.

“Menurut pandangan kami, memang, lambatnya pemulihan ekonomi tidak menguntungkan bagi sektor ini,” tulisnya dalam riset, Selasa (20/10/2020).

Selain itu, Christine mendengar rumor bahwa kenaikan upah minimum provinsi (UMP) akan ditentukan berdasarkan inflasi saja yaitu sekitar 1,5-2 persen mengingat perusahaan sedang berjuang untuk bertahan di tengah kondisi ekonomi yang melesu.

“Kami yakin hal ini telah menciptakan ketidakpastian pada perusahaan rokok karena pemulihan daya beli yang melambat diakibatkan rendahnya tingkat kenaikan upah minimum, ditambah dengan antisipasi kenaikan cukai,” sambungnya.

Selain itu, sentimen negatif terhadap sektor tembakau muncul dari usulan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) untuk pemerintah Indonesia agar menaikkan tarif CHT sebesar 25 persen setiap tahun.

Angka kenaikan tarif cukai yang direkomendasikan WHO dianggap sekuritas relatif tinggi dibandingkan dengan data historis kenaikan tarif CHT di Indonesia selama ini.

Pihaknya percaya bahwa kombinasi dari faktor-faktor tersebut telah menimbulkan ketidakpastian atas prospek rokok, ditambah dengan sentimen pengumuman kenaikan CHT tahun depan yang ditunda karena situasi Covid-19.

“Kami mempertahankan rekomendasi netral untuk sektor tembakau,” simpulnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper