Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara mengejutkan mendapatkan banyak tekanan sepanjang sesi pertama perdagangan hari ini, Senin (3/8/2020).
IHSG sempat jebol di bawah level 5.000 karena terkoreksi lebih dari 4 persen. Indeks ditutup dengan pelemahan 132,26 poin atau 2,57 persen dibandingkan dengan penutupan Kamis (30/7/2020). Sepanjang perdagangan IHSG bergerak di rentang 5.157,27—4.928,46.
Sebanyak 43 saham menguat, 407 saham melemah, dan 118 saham stagnan. Berdasarkan data Bloomberg, secara umum seluruh sektor mencetak pelemahan.
Sektor finansial menjadi biang kerok penurunan indeks karena anjlok 2,39 persen. Sektor finansial memiliki bobot 32,95 persen terhadap pergerakan indeks.
Selain itu, sektor industri dan konsumer menyusul dengan pelemahan masing-masing 2,78 persen dan 2,18 persen. Sektor pertambangan dan perkebunan menjadi sektor lain yang juga turut melemah dengan koreksi 1,89 persen dan 2,23 persen.
Sementara itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menjadi saham yang paling banyak dijual oleh investor. Saham berkode BBRI menjadi saham teratas penekan indeks dengan koreksi 4,11 persen dan berkontribusi 10,77 persen terhadap pergerakan indeks.
Selain itu, saham berkapitalisasi jumbo lainnya juga parkir di zona merah, yaitu PT Bank Central Asia Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan PT HM Sampoerna Tbk.
Aksi jual bersih asing turut menekan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini. Rilis Purchasing Managers’ Index (PMI) menjadi pemicunya.
Hingga akhir sesi I, aksi jual bersih asing atau set sell mengalir deras, yakni Rp949,98 miliar. Sejumlah saham big caps menjadi yang paling banyak dilepas asing
Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya mengatakan rilis data manufaktur Indonesia atau Purchasing Managers’ Index (PMI) menjadi pemicu aksi jual bersih asing pada perdagangan hari ini.
Pasalnya, berdasarkan data yang diterbitkan pagi ini, indeks PMI Indonesia berada di level 46,9 pada Juli 2020, naik dibandingkan Juni 2020 yang berada pada level 39,1. Namun, level ini masih menunjukkan kontraksi karena masih di bawah level 50.
“Indeks PMI Indonesia yang masih konstraksi memicu net sell besar-besaran di pasar saham,” ungkapnya, Senin (3/8/2020).