Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan terakhir pekan ini, namun secara agregat terjadi pelemahan dari penutupan pekan sebelumnya.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (12/6/2020), IHSG ditutup menguat 0,52 persen atau 25,6 poin ke level 4.880,35. Penguatan IHSG ditopang oleh indeks sektor finansial yang terapresiasi 1,8 persen ke 1.036,30.
Pengungkit utama sektor tersebut adalah dua saham perbankan pelat merah, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Masing-masing emiten berkode saham BMRI dan BBNI itu menguat 4,3 persen dan 2 persen.
Meski menguat hari ini, ternyata IHSG justru melemah dibandingkan posisinya pada penutupan pekan lalu di level 4.947,78. Artinya, IHSG justru terkoreksi sebesar 1,36 persen terhadap penutupan pekan sebelumnya.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Prasetio menyatakan bahwa hal ini tidak lain disebabkan oleh volatilitas pasar yang terjadi sepanjang pekan ini.
“IHSG sempat menguat hampir 4 persen karena euforia pembukaan kembali ekonomi, di mana saham-saham bluechip, terutama sektor finansial mengalami kenaikan yang sangat tinggi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (12/6/2020).
Baca Juga
Sebagai contoh, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. sempat menguat hingga Rp3.300 per saham. Level itu menjadi nilai tertinggi saham BBRI sejak penutupan pada 17 Maret 2020 di level Rp3.260 per saham.
Namun, penguatan IHSG harus gembos kembali gembos pada pertengahan pekan ini didera sejumlah sentimen negatif. Frankie menilai salah satu sentimen negatif utama pekan ini angka infeksi Covid-19 yang meningkat di tengah rencana skenario kenormalan baru.
Per hari ini, infeksi Covid-19 kembali bertambah 1.111 kasus positif. Dengan demikian, total jumlah orang terinfeksi Covid-19 di Indonesia kini mencapai 36.406 kasus. Angka ini menjadi salah satu sumber kekhawatiran investor.
Frankie menambahkan, secara spesifik pergerakan saham-saham perbankan yang menjadi penggerak IHSG juga terkendala oleh sentimen negatif dari pemangkasan jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) oleh Pemerintah.
“Dengan pengurangan BUMN menyebabkan adanya isu BUMN yang sehat harus mengakuisisi BUMN yang tidak sehat sehingga investor khawatir akan kinerja emiten ke depannya,” katanya.
Meski begitu, dia menilai positif langkah penurunan jumlah BUMN tersebut. Hal ini akan membuat efisiensi di perusahaan BUMN, khususnya yang berstatus emiten akan meningkat.
Hal ini sejalan dengan pergerakan sejumlah emiten perbankan BUMN yang sempat tertekan pada pertengahan pekan ini. BBRI misalnya, sempat terkoreksi sepanjang 3 hari berturut-turut, sebelum akhirnya bisa kembali menguat 2,02 persen ke level Rp3.030 per saham pada penutupan hari ini.
Dia mengatakan kedua sentimen negatif ini yang membuat pasar saham mengalami capital outflow sekitar Rp2,09 triliun sepanjang pekan ini.
Namun, dia mengatakan bahwa IHSG masih punya modal kuat untuk menghadapi tekanan pada pekan depan. Menurutnya, investor telah membertimbangkan berbagai risiko ekonomi ke dalam harga saat ini, atau sudah priced in.
“Kalau kita melihat kurs dolar AS yang stabil di Rp14.200, maka untuk pekan depan kemungkinan IHSG akan cukup kuat dalam menghadapi terpaan badai,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa faktor penentu pergerakan pasar di pekan depan adalah rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dia memperkirakan Bank Sentral akan tetap mempertahankan suku bunga kebijakan di level 4,5 persen.
Dengan potensi pergerakan tersebut, dia memilih saham BBNI dan BBRI sebagai top picks. Kedua emiten ini masih divaluasi cukup murah dengan rasio harga berbanding laba atau Price Earning Ratio (PER) masing-masing di level 4,9x dan 11,43x.