Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak CPO Dinaikkan, Begini Tanggapan Emiten Sawit

Penaikan pajak ekspor dinilai menambah beban emiten. Penaikan diharapkan diterapkan secara bertahap.
Seorang pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di dalam sebuah pabrik minyak sawit di Sepang, di luar Kuala Lumpur, Malaysia. / REUTERS - Samsul Said
Seorang pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di dalam sebuah pabrik minyak sawit di Sepang, di luar Kuala Lumpur, Malaysia. / REUTERS - Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan pajak ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar US$5 per ton menuai tanggapan yang beragam dari pelaku usaha.

Pasalnya kenaikan tarif itu berlaku ditengah penurunan harga komoditas minyak nabati itu di level 2.292 ringgit per ton. Berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia pada pukul 14.07 WIB, harga CPO untuk kontrak Juni 2020 terpantau 2.428 ringgit ; kontrak Juli 2020 2.365 ringgit per ton dan kontrak Agustus 2020 2.337 ringgit per ton.

Head Investor Relations Sampoerna Agro Michael Kesuma mengatakan kenaikan pajak ekspor akan mempengaruhi beban perseroan sekalipun 100 persen produksi CPO perseroan dijual untuk pasar domestik. Menurutnya akan ada dampak tidak langsung bagi anak usaha Grup Sampoerna itu.

“Iya, biaya pokok naik baik secara langsung bagi pengekspor atau tidak langsung bagi produsen sawit dalam negeri lainnya,” katanya kepada Bisnis, Senin (1/6/2020).

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2020, emiten berkode saham SGRO itu mencetak total penjualan Rp903,87 miliar. Pencapaian itu naik 19,36 persen dibandingkan dengan Rp757,25 miliar periode yang sama tahun lalu. Selain itu, beban pokok tercatat naik dari Rp615,46 miliar menjadi Rp632,07 miliar.

Meski demikian, Michael menyebutkan kenaikan pajak ekspor CPO akan digunakan untuk mendukung industri kelapa sawit. “Di satu sisi beban meningkat tapi di sisi lain, serapan pasar didukung sehingga menunjang harga jual,” ungkapnya.

Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan Sawit Sumbermas Sarana Swasti Kartikaningtyas berharap kenaikan pajak dapat berlangsung secara bertahap. Pasalnya kenaikan bersamaan dengan tren penurunan harga jual CPO.

“Apabila tidak memungkinkan untuk penerapan US$0 per ton lagi, paling tidak jangan langsung sebesar 55 USD. Bisa dilaksanakannya secara bertahap. Kami berharap pemerintah dapat meninjau ulang penerapan aturan tersebut,” katanya.

Dia menambahkan industri kelapa sawit saat ini juga tengah dipukul oleh pandemi Covid-19 yang mempengaruhi penjualan komoditas. Menurutnya kenaikan pajak akan menambah beban perseroan.

Oleh sebab itu, emiten berkode saham SSMS tengah mengupayakan untuk memperluas pasar domestik untuk memasarkan produk-produk cpo dan turunannya. Di sisi lain, perseroan juga akan memaksimalkan pasar ekspor.

Sebagai informasi, Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Pada Kementerian Keuangan, pemerintah menyatakan bahwa perubahan tarif itu efektif mulai berlaku hari ini atau 1 Juni 2020.

Otoritas fiskal juga menjelaskan kenaikan tarif atas 24 komoditas yang berasal dari kelapa sawit, CPO maupun produk turunannya masing-masing US$5 dolar. CPO misalnya, yang jika merujuk ke PMK 136/2019, tarif yang berlaku dari 1 Januari - 31 Mei 2020 semula US$50 per ton menjadi US$55 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper