Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas bergerak bervariasi dan berhasil bertahan di atas US$1.700 per troy ounce kendati ditekan dua sentimen berbeda. Pergerakan emas tertekan oleh investor yang menimbang data payroll AS pada akhir pekan dan pelonggaran kebijakan lockdown di beberapa negara yang membawa optimisme pasar pemulihan ekonomi akan segera dimulai.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (11/5/2020) hingga pukul 14.56 WIB harga emas di pasar spot bergerak menguat 0,27 persen ke level US$1.707,27 per troy ounce.
Sementara itu, harga emas berjangka kontrak Juni 2020 di bursa Comex terkoreksi 0,33 persen ke level US$1.708,2 per troy ounce. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga emas telah bergerak menguat 12,51 persen.
Mengutip riset Pan Asia IG, harga emas saat ini ditekan dua sentimen yang saling bertolak belakang. Saat ini banyak negara, termasuk AS, tengah berupaya untuk membuka kembali bisnis dan melanjutkan kegiatan sosial lebih normal karena perkembangan penyebaran Covid-19 yang cenderung mereda sejak Maret.
Hal itu telah menjadi sentimen negatif bagi harga emas sebagai aset investasi aman, karena optimisme pasar mendorong investor untuk kembali mengumpulkan aset berisikonya.
Namun, di saat yang sama data ketenagakerjaan AS menunjukkan penurunan jumlah pekerja terparah dalam sejarah AS, yaitu turun hingga 20,5 juta pekerja sepanjang April 2020, sehingga meningkatkan jumlah pengangguran AS hingga tiga kali lipat.
Belum lagi, sentimen kembalinya kasus Covid-19 di beberapa kota di China dan keraguan dari Presiden AS Donald Trump terkait kesepakatan dagang dengan China menjadi bukti bahwa investor masih akan terus cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah investasi.
Sebagai informasi pemerintah China pada hari Minggu (10/5) melaporkan permulaan gelombang baru kasus virus korona di wilayah timur laut Tiongkok. Satu kota di Provinsi Jilin direklasifikasi sebagai wilayah risiko tinggi dengan berada di puncak sistem zona tiga tingkat.
“Akibat sentimen-sentimen itu, ada investor yang bertahan dengan keyakinan bahwa ekonomi akan berangsur pulih, sedangkan ada investor juga bertaruh untuk mempertahankan posisi belinya terhadap emas dalam jangka pendek hingga menengah,” tulis Pan Asia IG dalam risetnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (11/5/2020).
Sementara itu, dalam risetnya Valbury Asia Futures mengatakan bahwa harga emas turun dari level tertinggi dalam hampir dua minggu karena tumbuhnya kembali harapan investor bahwa ekonomi akan dibuka kembali setelah lockdown Covid-19.
“Tetapi sinyal stimulus dari bank sentral yang berkelanjutan membuat emas berada di jalur kenaikan mingguan dengan level resistance di US$1.719,40 per troy ounce dan level support di US$1.697,7 per troy ounce,” tulis Valbury Asia Futures dalam risetnya, Senin (11/5/2020).
Di sisi lain, Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan harga emas berpeluang naik dalam jangka pendek di tengah adanya kekhawatiran akan gelombang baru dari pandemi virus korona. Pasalnya tidak hanya China, gelombang baru pandemi juga diungkapkan oleh Korea Selatan.
Meski demikian, Faisyal menilai kenaikan berpotensi terbatas di tengah menguatnya dolar AS dan indeks saham. Secara teknikal, harga emas berpeluang naik selama harga masih bertahan di atas level indikator moving average 50-100-200 di dalam grafik 4 jam.
"Untuk sisi atasnya, level resisten terdekat berada di US$1.715 per troy ounce. Bila menembus ke atas dari level tersebut berpeluang memicu kenaikan lanjutan ke US$1.725 per troy ounce sebelum membidik resisten kuat di US$1.740 per troy ounce," tulisnya dalam riset Senin (11/5/2020).
Jika bergerak turun, level support terdekat berada di US$1.702 per troy ounce dan menembus ke bawah dari level tersebut berpeluang memicu penurunan lanjutan ke US$1.692 per troy ounce sebelum menargetkan support kuat di US$1680 per troy ounce.