Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Kembali Tembus 4.500, Sektor Industri Dasar Paling Bersinar

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil rebound ke zona hijau dan kembali mencolek level 4.500 pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Rabu (22/4/2020).
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (21/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (21/4/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil rebound ke zona hijau dan kembali mencolek level 4.500 pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Rabu (22/4/2020).

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG parkir di level 4.526,67 dengan kenaikan 24,75 poin atau 0,55 persen pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Selasa (21/4/2020), IHSG ditutup di level 4.501,92 dengan penurunan tajam 1,62 persen atau 73,99 poin.

Sebelum berbalik menguat, indeks sempat melanjutkan pelemahannya pada awal perdagangan Rabu (22/4) dengan langsung melorot 1,01 persen atau 45,54 poin ke level 4.456,38. Sepanjang perdagangan hingga akhir sesi I, indeks bergerak fluktuatif dalam kisaran 4.441,09-4.540,83.

Sebanyak 4 dari 10 sektor dalam IHSG menetap di zona hijau pada akhir sesi I, dipimpin industri dasar (+6.98 persen) dan infrastruktur (+2,32 persen).

Adapun 6 sektor lainnya tertekan di wilayah negatif, dipimpin properti (-2,41 persen) dan pertanian (-2,35 persen).

Berbanding terbalik dengan IHSG, indeks saham lainnya di Asia mayoritas bergerak negatif siang ini, di antaranya adalah indeks Nikkei 225 Jepang (-1,51 persen), Kospi Korea Selatan (-0,73 persen), Taiex Taiwan (-0,12 persen), dan S&P/ASX 200 Australia (-0,71 persen).

Di China, indeks saham acuan Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing turun tipis 0,16 persen dan 0,08 persen. Adapun, indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,56 persen.

Bursa saham di Asia kembali melemah, mengikuti kemerosotan bursa Wall Street Amerika Serikat (AS), di tengah volatilitas pasar energi dan tekanan akibat dampak pandemi virus corona (Covid-19).

Pada perdagangan Selasa (21/4/2020), indeks S&P 500 ditutup anjlok 3,07 persen ke level 2.736,56, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 2,67 persen ke level 23.018,88, dan indeks Nasdaq Composite turun tajam 3,48 persen ke level 8.263,23.

Sementara itu, pasar minyak mentah anjlok untuk hari kedua pada Selasa (21/4), dengan minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juni sempat merosot nyaris 70 persen setelah kontrak Mei yang berakhir pada Selasa merosot di bawah level nol untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Volatilitas minyak mungkin mengindikasikan bahwa pukulan terhadap ekonomi global akan jauh lebih buruk daripada yang diantisipasi oleh para investor.

Meski banyak negara mengambil langkah tentatif menuju dibukanya kembali aktivitas perekonomian, tanda-tanda bahwa Amerika Serikat telah selangkah lebih maju untuk meningkatkan pengeluaran tidak banyak mengimbangi kekhawatiran baru mengenai resesi ekonomi.

Beban pasar juga ditambah oleh serangkaian rilis laporan keuangan korporasi. Penurunan laba yang tajam seringkali datang tanpa prospek dari perusahaan untuk sepanjang sisa tahun ini dan meningkatnya tanda-tanda bahwa investasi modal akan turun.

“Tidak mungkin Anda dapat memprediksi laba untuk saat ini,” ujar Michael Cuggino, manajer portofolio di Pacific Heights Asset Management LLC., dilansir melalui Bloomberg.

“Hal tersebut hampir mustahil dilakukan sampai kita memiliki lebih banyak visibilitas sehubungan dengan bagaimana dunia keluar dari pandemi virus corona,” terangnya.

Di tengah rontoknya pamor aset-aset berisiko, nilai tukar rupiah pun lanjut melemah tajam 118 poin atau 0,76 persen ke level Rp15.585 per dolar AS siang ini, seiring dengan menguatnya indeks dolar AS.

Greenback melonjak ke level tertingginya dalam hampir dua pekan karena mata uang negara lain yang terkait dengan minyak mentah terbebani prospek untuk pertumbuhan ekonomi global yang semakin suram dan runtuhnya permintaan minyak mentah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper