Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aksi Ambil Untung Bakal Warnai Pasar Obligasi

Pergerakan pasar obligasi mulai terlihat tidak stabil dalam kurun waktu satu pekan terakhir.
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan pasar obligasi pada Senin (3/2/2020) diperkirakan mengalami pelemahan sehingga menjadi momentum bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi jual.

Laporan riset Pilarmas Investindo Sekuritas melansir, pergerakan pasar obligasi mulai terlihat tidak stabil dalam kurun waktu satu pekan terakhir. Namun, hal itu dianggap wajar karena kenaikan harga obligasi yang cukup masif, tanpa adanya penurunan membuat pasar obligasi menjadi rawan terkoreksi.

Selain itu,valuasi pasar obligasi saat ini telah berada dalam taraf harga yang mahal. Hal ini membuat para pelaku pasar dan investor cenderung untuk melakukan aksi ambil untung atau profit taking

Pasar obligasi merupakan instrumen investasi yang lebih aman ketimbang saham sedangkan saat ini aliran modal baik asing maupun domestik sudah mengalir cukup deras ke pasar obligasi.  "Hal tersebut yang membuat pasar obligasi seakan akan tidak tertandingi untuk mengalami kenaikan," tulis Pilarmas.

Pilarmas memproyeksi, pasar obligasi akan dibuka bervariasi dengan rentang pergerakan harga 30 – 50 bps. Namun, secara teknikal analis Pilarmas melihat potensi yang besar mengalami penurunan. Pilarmas merekomendasikan investor untuk menunggu dengan potensi jual dan beli melewati rentang pergerakan basis poin.

Beberapa sentimen yang akan mewarnai pergerakan pasar obligasi hari ini antara lain, Bank Sentral China akan melakukan injeksi dana sebanyak US$21,7 miliar untuk menahan pelemahan bursa saham di Negeri Panda. Pasar Saham China sebagaimana diketahui terguncang akibat wabah virus corona.

Sementara itu, Inggris secara resmi mengakhiri keanggotaan Uni Eropa setelah 3,5 tahun hasil pemungutan suara menetapkan pilihan keluar dari Uni Eropa. Selama masa transisi, Inggris tidak memiliki hak suara untuk permasalahan yang terjadi di Uni Eropa. Inggris masih akan terikat oleh peraturan Uni Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper