Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Jiwasraya Jangan Sampai Bikin Investasi Kendor

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai pemerintah harus secara jelas dan terbuka dalam menangani kasus jiwasraya.
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019)./ANTARA -Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019)./ANTARA -Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai pemerintah harus secara jelas dan terbuka dalam menangani kasus jiwasraya.

Wakil Ketua Umum AEI Bobby Gafur Umar mengatakann hal tersebut untuk menjaga kepercayaan investor.

"Kalau tidak maka kepercayaan investor terjadap market kita bisa lari semua. Padahal Pak Jokowi sedang menarik investaai dari Dubai bahwa akan ada investasi besar di indo. Ini penting sekali menangani permasalahan ini dengan tepat. Jadi tidak berdasarkan rumor dan sebagainya," ungkapnya Selasa (14/1/2020).

Namun lebih jauhnya, dia mengungkapkan bahwa asosiasi belum bisa mengambil sikap terkait dengan persoalan tersebut. Hal tersebit lantaran pertama pihaknya hanya sebagai wadah dan bukan sebagai regulator.

Selain itu dia menegaskan bahwa jiwasraya bukan merupakan perusahaan terbuka melainkan perusahaan asuransi yang meletakkan dana nasabah untuk diinvestasikan kembali.

Tak hanya itu untuk mengeluarkan perusahaan yang terkait dengan kasus tersebut dari daftar emiten juga bukan perkara mudah.

"Kita kan tidak tau dia investasinya dimana. Gak semua emiten itu terdaftar juga di asosiasi. Mereka bisa ikut bisa enggak. Kita nggak tau juga. Malah mungkin gak ikut, yang dia beli," tekannya.

Menurut Bobby, kasus ini pasti berdampak pada kepercayaan investor. Namun dia berharap dampaknya tak melebar jauh karena selebihnya masih banyak perusahan yang kredibel terdaftar di bursa.

Adapun dari sisi regulasi, ungkap Bobby pemerintah jangan menambah aturan yang mempersulit.

Sejauh ini, lanjut dia, sudah banyak aturan yang diterbitkan oleh OJK, sehingga jangan hanya karna kasus ini juga membuat masyarakat/ perusahaan lainnya menjadi takut untuk listing di bursa. Pemrintah sendiri menargetka 1.000 emiten.

Saat ini, perusahaan lazimnya masuk ke bursa efek untuk menambah modal dari publik tetapi tidak semua perusahaan mau masuk karena harus terbuka terhadap data publik.

"Kalau sekarng kita terlalu banyak regulasi, mengakibatkan susah orang ngapain juga masuk disitu. Harus ada insentif. Ini kan ada omnimbus law tentang perpajakan, yang mana apabila tercatat di bursa dan itu tergolong likuid maka dia bisa menikmati saving pajak 3 persen selama 5 tahun. Nah itu sebenarnya menarik," tekannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper