Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah laju indeks harga saham gabungan (IHSG) yang naik turun, saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. menyentuh level harga tertinggi sepanjang masa. Racikan apa yang mendorong lonjakan saham emiten bersandi SIDO itu?
Sepanjang tahun berjalan 2019, IHSG menguat 0,72% ke level 6.239,24 pada akhir perdagangan Kamis (22/8/2019). Di sisi lain, saham SIDO tumbuh 39,29% year-to-date ke level harga Rp1.170 per saham pada hari ini.
Pada 16 Agustus 2019, SIDO sempat menyentuh level harga tertinggi sejak melantai di Bursa Efek Indonesia pada 18 Desember 2013. Saat itu, SIDO ditutup di level harga Rp1.175 per saham.
Dalam penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) setiap lembar saham produsen Tolak Angin itu dilepas seharga Rp580. Dari pelepasan 1,5 miliar saham, SIDO mengantongi dana segar Rp870 miliar.
Pergerakan saham SIDO sepanjang tahun berjalan 2019/Bloomberg per 22 Agustus 2019
Baca Juga
Dari harga IPO itu, SIDO sudah membukukan pertumbuhan harga 101,72%. Sejalan dengan harga saham yang menanjak, kapitalisasi pasar SIDO pun naik menjadi Rp17,55 triliun.
Dalam perjalanannya di BEI, saham SIDO rerata diperdagangkan di level harga Rp643 per saham. Harga terendah sempat disentuh SIDO pada 12 Oktober 2017 saat sahamnya mendarat di level Rp436 per saham. Namun, sejak itu, saham perusahaan yang bermarkas di Jawa Tengah itu cenderung menanjak.
Di sisi kinerja, SIDO mengantongi pendapatan mencapai Rp1,41 triliun pada semester I/2019. Raihan itu tumbuh 10,67% year on year (yoy) dari semester I/2018 senilai Rp1,27 triliun.
Laba bersihnya meningkat lebih tajam, yakni 28,22% yoy menjadi Rp374,12 miliar dari sebelumnya Rp291,77 miliar. Margin laba bersih (net profit margin/ NPM) pun naik menuju 26,53% dari sebesar 22,89% pada semester I/2018.
Pertumbuhan NPM SIDO per Juni 2019 terbilang wajar. Pasalnya, beban pokok penjualan pada semester I/2019 hanya naik 2,11% yoy menuju Rp651,92 miliar dari sebelumnya Rp638,46 miliar.
Dalam risetnya, Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menyampaikan, penjualan ekspor akan mendorong kinerja keuangan SIDO. Perusahaan melakukan penjualan ke Nigeria, Filipina, dan Malaysia, dan diperkirkaan akan membuka pasar baru ke Myanmar dan Kamboja.
“Namun, perusahaan bakal memacu ekspansi iklan 13% dari total penjualan pada semester II/2019, dari kuartal I/2019 sebesar 9%. Ini membuat margin operasi akan terkoreksi,” paparnya.
Sampai akhir tahun, SIDO diperkirakan membukukan pendapatan Rp3,07 triliun dan laba bersih Rp735 miliar. Proyeksi itu mencerminkan margin laba bersih (net profit margin/NPM) mencapai 23,9%, atau lebih rendah dari semester I/2019 sebesar 26,53%.
Terpisah, Analis UOB Kay Hian Sekuritas Stevanus Juanda mengungkapkan, laba bersih SIDO pada 2019—2020 setidaknya naik 17,6% yoy menjadi Rp781 miliar dan 17,1% yoy menuju Rp918 miliar.
Kendati cenderung optimistis kinerja fundamental SIDO menanjak, Frederik dan Stevanus belum terlalu yakin dengan performa saham SIDO.
Frederik menyematkan rekomendasi hold untuk saham SIDO dengan target harga Rp1.160. Sementara itu Stevanus memprediksi saham SIDO menyentuh level Rp1.120.
Pada penutupan perdagangan Kamis (22/8/2019), saham SIDO naik poin atau 0,44% menjadi Rp1.130. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp16,95 triliun dengan price to earning ratio (PER) 22,6 kali.
Rekomendasi Saham SIDO | |||
---|---|---|---|
Sekuritas | Rekomendasi | Target Harga (Rp) | Tanggal Rekomendasi |
BCA Sekuritas | hold | 1.200 | 15 Agustus 2019 |
Danareksa | buy | 1.250 | 30 Juli 2019 |
Indo Premier Securities | buy | 1.100 | 24 Juli 2019 |
UOB Kay Hian | buy | 1.120 | 23 Juli 2019 |
Mega Capital Indonesia | buy | 1.100 | 15 Maret 2019 |
Mandiri Sekuritas PT/Indonesia | buy | 1.050 | 18 Februari 2019 |
PT Sinarmas Sekuritas | buy | 980 | 8 Januari 2019 |
Sumber: Bloomberg, per 22 Agustus 2019.