Bisnis.com, JAKARTA—Penawaran surat berharga negara (SBN) ritel seri SBR007 mendapat respons cukup positif dengan realisasi penjualan 73,4% atau Rp2,9 triliun karena terdapat jeda penerbitan seri baru.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramdhan Ario Maruto mengatakan minat investor pada instrumen SBR007 dikarenakan waktu penerbitan yang tepat. Pasalnya, terdapat jeda waktu yang cukup panjang dari penerbitan instrumen SBN ritel sebelumnya.
Seperti diketahui, Pemerintah menawarkan instrumen berbeda setiap bulannya. Namun, terdapat jeda 1 bulan di mana tak ada instrumen baru yang dirilis yakni sebelumnya Pemerintah merilis ST004 pada Mei dan baru merilis SBR007 pada Juli.
Dia menyebut masyarakat tetap membutuhkan instrumen untuk investasi sehingga ketika jeda waktu penerbitannya cukup panjang, minat yang terhimpun lebih banyak. Meskipun, dari sisi kupon, SBR007 menawarkan tingkat kupon yang lebih rendah dibandingkan dengan instrumen yang telah terbit.
SBR007 ditawarkan dengan kupon 7,5% dan spread sebesar 150 basis poin terhadap tingkat suku bunga acuan. Adapun, belum lama ini suku bunga acuan telah turun menjadi 5,75% sehingga pada periode Juli-Oktober kupon yang berlaku 7,5% yang merupakan kupon minimal.
Sementara itu, seri sebelumnya yakni SBR006 menawarkan kupon sebesar 7,95% dengan spread 195 basis poin dengan tenor yang sama yakni 2 tahun.
Dikutip dari laman Investree, salah satu mitra distribusi SBR007, Rabu (24/7/2019), malam, pemesanan SBR007 telah melampaui target indikatif yang ditetapkan Pemerintah yakni Rp2 triliun.
Adapun, dalam laman tersebut tercatat bahwa target pemesanan Rp4 triliun atau dua kali dari target indikatif. Dengan waktu yang tersisa, masih terdapat Rp1,1 triliun yang masih mengambang.
“Ada jeda penerbitan produk ritel. Jadinya masyarakat yang sudah semakin paham, menunggu,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (24/7/2019) malam.
Menurutnya, kendati kupon yang ditawarkan bakal semakin rendah, SBN ritel bakal tetap lebih menarik bila dibandingkan dengan instrumen lain seperti deposito. Dia memperkirakan realisasi pemesanan SBR007 bisa menyentuh kisaran Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun.
Hal itu, katanya, menjadi sentimen positif pendalaman pasar SBN ritel di tengah penurunan suku bunga acuan. Dia menyebut dengan konsistensi penerbitan seri baru dan sosialisasi, porsi investor ritel dalam outstanding SBN bakal terus bertambah.
“Balik lagi ke tingkat pengembaliannya. Kalau dibandingkan dengan deposito akan tetap lebih menarik. Akan signifikan (menaikkan porsi investor ritel dalam outstanding SBN) kalau konsisten,” katanya.
Dihubungi terpisah, analis fixed income Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Dhian Karyantono mengatakan daya tarik SBR007 masih cukup tinggi meskipun dari sisi kupon lebih kecil. Adapun, bila dibandingkan dengan yield obligasi Pemerintah dengan tenor 2 tahun, tingkat kupon SBR007 masih lebih unggul.
Selain itu, dari sisi perpajakan juga mendukung investor ritel menanamkan modal di SBR007 karena hanya terbebani pajak 15% atau lebih rendah bila dibandingkan dengan pajak yang dibenani kepada pemilih instrumen deposito yakni 20%. Namun, dia memperkirakan pemesanan SBR007 tak akan terpaut jauh dengan seri sebelumnya yakni sebesar Rp2 triliun hingga Rp3 triliun.
Alasannya, pertama, masa penawaran SBR007 bersamaan dengan tahun ajaran baru sehingga investor harus mempertimbangkan beban biaya pendidikan. Di waktu yang sama, penawaran pun dilakukan di saat jeda penerimaan gaji.
Kedua, tren kenaikan harga saham yang menjadi salah satu instrumen pengganti SBR yang ditopang oleh proyeksi positif akibat kenaikan peringkat oleh S&P pada akhir Mei 2019. Di samping itu, sentimen dovish dari The Fed yang membuat realisasi pemesanan SBR007 tak akan jauh dari target.
“Karena waktu penawaran mendekati periode pembayaran biaya pendidikan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi dan juga berada pada jeda penerimaan gaji,” katanya.
Director&Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen, Ezra Nazula mengatakan instrumen SBR007 menjadi kesempatan investor ritel untuk mendapatkan imbal hasil tetap selama 2 tahun dengan minimum imbal hasil sebeesar 7,5%. Hal itu masih lebih menarik bila dibandingkan dengan deposito yanh cenderung fluktuatif ke depaannya.
“Dari sisi absoolut, memang SBR007 lebih rendah kuponnya (dari seri sebelumnya) tapi kita juga harus ingat suku bunga deposito di pasar juga mengalami tren penurunan jadi secara relatif tetap lebih menarik,” katanya.
Secaraa umum, instrumen SBN ritel akan menarik bila menawarkan imbal hasil dengan selisih yang besar dengan produk lain seperti deposito. Kendati suku bunga acuan turun ke 5,75%, minat investor ritel akan terjaga bila SBN ritel memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan deposito. Seperti diketahui, hingga akhir tahun, Pemerintah bakal menawarkan empat SBN ritel sehingga total penerbitan SBN ritel sepanjang 2019 sebanyak 10 kali.
“Selama imbal hasil yang ditawarkan memiliki spread yang menarik di atas suku bunga deposito dan tren suku bunga masih turun, maka akan tetap menarik ke depannya,” katanya.