Bisnis.com, PANGKALPINANG – Emiten pertambangan PT Timah Tbk. (TINS) berpotensi menaikkan produksi sampai 100 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Direktur Operasi PT Timah Tbk, Alwin Albar mengatakan dengan adanya regulasi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Minerba kemungkinan produksi TINS akan meningkat minimal 100 persen.
Pasalnya spot tambang primer yang sebelumnya dikelola oleh mitra harus dikelola mandiri oleh perseroan. Belum lagi ditambah tambang ilegal oleh rakyat dalam konsesi perseroan harus digandeng menjadi mitra.
Pada 2018, TINS memproduksi timah sebanyak 33.425 ton. Sementara pada tahun ini jumlah tersebut akan meningkat sekitar 65.000 ton -70.000 ton.
“Tahun ini akan maksimal produksi kami. Outlook produksi tahun ini minimal sekitar 70.000 ton naik 100 persen tahun ini,” katanya.
Berkat aturan tersebut perseroan dapat mengelola lima sampai enam spot primer tambahan. Diantaranya adalah Batu Besi, Pemali, Sungailiat, lalu Tempilang dan Mayang sedang urus perizinan.
Baca Juga
Dari spot tersebut minimal perseroan bisa mengeruk 1.000 ton - 2.000 ton timah per tahun. Belum lagi ditambah mitra dengan masyarakat yang berada dalam konsesi milik TINS.
“Potensi yang bisa digali pun lumayan karena tambang besar [di spot baru] kandungannya hampir sama seperti di Pemali. Pemali pun lagi kami atur ulang karena harus ada safety dan pelaku k3 profesional. Lagi desain ulang,” katanya.
Adapun pendanaan oleh perseroan akan menggunakan dana segar hasil obligasi dan sukuk ijarah. Perseroan melaporkan akan melakukan emisi Obligasi Berkelanjutan I Timah Tahap II Tahun 2019 sebanyak-banyaknya Rp900 miliar. Penerbitan itu merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) I Timah dengan target dana yang dihimpun Rp2,1 triliun.
Manajemen TINS menyebut 50 persen dana obligasi atau Rp450 miliar akan digunakan untuk membiayai belanja modal, yang kemudian akan dibagi lagi untuk keperluan rekondisi serta replacement peralatan produksi dan peningkatan kapasitas produksi perseroan--dengan porsi masing-masing 50 persen.
Peningkatan kapasitas produksi mendapatkan porsi Rp225 miliar dimana dana akan digunakan untuk pembangunan bore hole mining, pembukaan tambang baru, proyek advance tin smelter, pengadaan kapal dan kegiatan eksplorasi.
Alwin menambahkan kendati produksi kemungkinan naik dua kali lipat. Tetapi perseroan untuk sementara akan memperlambat produksi dengan mengurangi jam kerja penambangan. Hal tersebut diambil mengingat harga timah sedang turun di kisaran US$17.000 metrik ton dari posisi di kuartal I/2019 US$21.000 metrik ton.
“Sekarang kami lagi coba rem produksinya di tengah lesunya pasar dunia. Sekarang menjadi 8 jam tapi yang repot adalah masyarakat karena tidak bisa stop,” ungkapnya.
Selain itu, Alwin menambahkan bila perseroan tengah membidik pembangunan smelter di Nigeria. Alwin mengatakan kemungkinan smelter bisa mulai produksi pada tahun depan.
“Proyek smelter di Nigeria jadi. Kapasitas cuma 2.500 to per tahun. Kecil memang karena cadangan yang ketauan disana dikit dibawah 10.000 ton tapi kita tetap harus tancapkan kaki disana,” pungkasnya.