Bisnis.com, JAKARTA – Maraknya fenomena ‘goreng-menggoreng’ saham di pasar modal Indonesia kian meresahkan banyak investor.
Selain merugikan investor, aksi meraih keuntungan dengan meningkatkan jumlah transaksi saham di pasar secara drastis itu dinilai akan menjadi faktor penghambat dari masuknya investor baru di pasar modal.
“Ini PR besar yang harus segera diselesaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai regulator. Selain lebih memperketat standar penentuan Unusual Market Activity (UMA), para regulator juga harus berani mengambil tindakan tegas untuk para pihak yang kedapatan menggoreng saham,” ujar Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI), Sanusi kepada wartawan di Jakarta, Minggu (21/7/2019).
Sebagai informasi, baru-baru ini jajaran jajaran BEI kembali mengumumkan adanya UMA terhadap transaksi perdagangan saham PT Berkah Prima Perkasa Tbk (BLUE). Harga saham BLUE diketahui meningkat tajam mencapai 500 persen, dari harga Rp130 per saham menjadi Rp780 per saham. Melejitnya saham BLUE terjadi sehari berselang setelah perusahaan ini melakukan penawaran perdananya di Rabu (17/7).
Selain BLUE, perusahaan yang sahamnya diduga kerap ‘digoreng’ adalah PT Inti Agro Resources TBK (IIKP). Perusahaan yang bergerak di industri budidaya perikanan ini, sahamnya sempat dilabeli UMA pada pertengahan Mei 2019.
Saat itu, saham IIKP minus 29,21 persen atau minus 74 persen dalam tahun berjalan atau year to date (ytd). Ada pun salah satu katalis negatif untuk saham ini ialah berkurangnya saham milik PT Asabri (Persero).
Padahal, mengacu laporan keuangan Maret 2019 saham terbesar IIKP dimiliki ASABRI sebesar 11,58 persen atau sebanyak 3,89 miliar. Sisanya dimiliki PT Maxima Agro Industri 6,30 persen dan publik di angka 82,12 persen.
“Kita ini seperti tidak punya regulator. Begitu banyak saham yang digoreng, masa tidak ada satu pun yang ditangkap. Padahal itu, kan, sudah manipulasi perdagangan,” cetusnya.
Berangkat dari fenomena tersebut, Sanusi pun mendesak jajaran BEI dan OJK Pasar Modal berani menindak tegas pihak-pihak yang diduga melakukan aksi ‘menggoreng’ saham. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap investor dan memberi efek jera bagi pelaku.
“Karena kalau sudah seperti ini, jatuhnya ada transaksi yang tidak sehat dan akan merugikan investor yang kecil. Kalau ini dibiarkan, lama-lama kekuatan investor kecil akan habis,” tutup Sanusi.