Bisnis.com, JAKARTA - Penguatan nilai tukar rupiah menjadi angin segar bagi emiten farmasi yang bahan bakunya banyak mengandalkan impor. Namun, saham PT Kalbe Farma Tbk. masih mencetak return negatif 4,28% sepanjang tahun berjalan 2019. Bagaimana prospek kinerja dan saham emiten bersandi KLBF itu?
Berdasarkan data Bloomberg, saham KLBF ditutup di level harga Rp1.455 per saham pada akhir perdagangan Rabu (17/7/2019). Level tersebut mencerminkan rasio harga per laba (price to earnings ratio/PER) 28,53 kali.
Kendati secara year-to-date KLBF turun 4,28%, sahamnya menguat 16,4% dalam 1 tahun.
Robert Sebastian, analis Ciptadana Sekuritas Asia, mengatakan prospek emiten farmasi positif pada semester II/2019 seiring dengan stabilnya nilai tukar rupiah dan target minimal kepesertaan BPJS Kesehataan 95% pada tahun ini. Rupiah yang cenderung stabil akan berdampak terhadap cost of good sold (COGS) yang lebih stabil.
Katalis lainnya yang bakal mendorong kinerja sektor farmasi yakni alokasi pemerintah untuk sektor farmasi yang meningkat pada tahun ini, serta bantuan sosial yang mendorong daya beli masyarakat.
"Kami memperkirakan rupiah stabil pada level saat ini. Sehingga, secara seharusnya rata-rata kinerja sektor farmasi pada tahun ini dapat lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu," tulisnya dalam riset, baru-baru ini.
Baca Juga
Saham KLBF menjadi top picks Ciptadana Sekuritas Asia di sektor farmasi. Ciptadana Sekuritas Asia memberikan rekomendasi beli terhadap saham KLBF dengan target harga Rp1.770 per saham.
Mata uang Garuda sepanjang tahun ini bergerak cukup stabil. Dalam tiga hari terakhir, rupiah bertahan di bawah Rp14.000 per dolar AS.
Pada Rabu (17/7/2019), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 48 poin atau 0,34 persen ke level Rp13.983 per dolar AS. Kemarin rupiah bergerak pada kisaran Rp13.941 – Rp13.985 per dolar AS.
Jennifer Widjaja, analis Sucor Sekuritas, juga memberikan rekomendasi beli terhadap saham KLBF dengan target harga Rp1.600 per saham.
Jennifer melihat penurunan margin kotor yang terus menerus karena pasokan produk generik tanpa merek yang memberikan margin lebih rendah dalam implementasi BPJS. Ke depan, KLBF telah meningkatkan porsinya untuk produk onkologi dan biosimilar yang memiliki margin lebih tinggi.
Karena depresiasi rupiah, KLBF mencatatkan margin kotor terendah dalam 4 tahun terakhir. Pada 2018 margin kotor tercatat 46,7%, dibandingkan dengan 2017 sebesar 48,6%.
"Kami memperkirakan margin kotor stabil pada 46,9% di tahun ini karena harga bahan baku dan rupiah yang stabil," tulisnya dalam riset.