Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembelian Reksa Dana Anjlok, Ini Komentar Fund Manager

Pembelian reksa dana selama paruh pertama tahun ini mencatatkan perlambatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pengunjung beraktivitas di dekat papan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/7/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Pengunjung beraktivitas di dekat papan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/7/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Pembelian reksa dana selama paruh pertama tahun ini mencatatkan perlambatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), net subscription atau investasi reksa dana pada semester I/2019 tercatat senilai Rp18,12 triliun. Angka tersebut turun sangat signifikan sebesar 64,17% dari posisi net subscription pada periode yang sama pada tahun lalu yang senilai Rp50,58 triliun. 

Padahal, pada semester I/2018, net subscription telah melambung 83,66% dibandingkan periode semester I/2017 senilai Rp27,54 triliun.

Penurunan net subscription pada periode Januari—Juni 2019 diikuti oleh aksi pencairan reksa dana (redemption) yang tinggi senilai Rp320,66 triliun, naik 11,48% dari posisi Rp287,63 triliun pada semester I/2018.

Sementara itu, pada saat bersamaan, subscription hanya mampu naik 0,64% menjadi Rp338,79 triliun sepanjang paruh pertama tahun ini dari posisi Rp336,63 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Bonny Iriawan, Executive Vice President Intermediary Business Schroders Indonesia, menjelaskan bahwa nasabah reksa dana ritel tampaknya melakukan redemption untuk mengamankan posisi di tengah ketidakpastian perang dagang antara AS—China dan pemilihan presiden (Pilpres).

“Semester II/2019 seyogianya membaik,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (3/7/2019)

Kata Bonny, kepercayaan diri investor dapat kembali dengan harapan adanya titik temu dalam sengketa dagang antara AS—China.

Sementara itu, keputusan MK yang menegaskan Joko Widodo bakal melanjutkan pemerintahan selama 5 tahun ke depan akan membawa kepastian untuk keberlanjutan agenda pembangunan.

Prospek Bank Sentral AS (Federal Reserve) untuk menurunkan suku bunga juga dinilai bakal diikuti oleh Bank Indonesia pada paruh kedua tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper