Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perjalanan Panjang Krakatau Steel (KRAS) Menyehatkan Kinerja 

Tidak hanya memutar otak untuk merestrukturisasi utang US$2,2 miliar, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. harus menempuh langkah serupa untuk aspek organisasi dan bisnis. Jalur terjal penjualan aset non-inti hingga spin off harus dilalui produsen baja milik negara itu untuk kembali menyehatkan kinerja keuangan.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim (kelima dari kanan) usai mengikuti RUPST kinerja 2018 di Jakarta pada Jumat (26/4/2019)./Bisnis-Azizah Nur Alfi
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim (kelima dari kanan) usai mengikuti RUPST kinerja 2018 di Jakarta pada Jumat (26/4/2019)./Bisnis-Azizah Nur Alfi

Bisnis.com, JAKARTA -- Tidak hanya memutar otak untuk merestrukturisasi utang US$2,2 miliar, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. harus menempuh langkah serupa untuk aspek organisasi dan bisnis. Jalur terjal penjualan aset non-inti hingga spin off harus dilalui produsen baja milik negara itu untuk kembali menyehatkan kinerja keuangan.

Rintangan untuk melakukan proses restrukturisasi tidak hanya datang dari luar. Upaya yang tengah ditempuh manajemen mendapatkan protes dari sejumlah pekerja perseroan.

Seperti dilaporkan, Selasa (2/7/2019), buruh dari sejumlah anak usaha emiten berkode saham KRAS itu melakukan demo. Mereka disebut menolak rencana restrukturisasi dan mencemaskan akan adanya pemutusan hubungan kerja [PHK] sepihak.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menampik adanya PHK massal yang dilakukan oleh manajemen. Menurutnya, restrukturisasi organisasi tidak selalu identik dengan PHK.

KRAS memaparkan bahwa restrukturisasi yang dijalankan meliputi utang, bisnis, dan organisasi. Langkah itu bertujuan agar perseroan lebih efisien dan kompetitif di tengah persaingan industri baja global yang kompetitif.

Bahkan, Silmy menegaskan dan meyakini langkah yang ditempuhnya didukung oleh seluruh jajaran manajemen. Bahkan, dukungan pun mengalir dari pemegang saham mayoritas, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Krakatau Steel harus diselamatkan,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (2/7).

Mencetak keuntungan boleh dibilang menjadi pekerjaan rumah utama yang harus diselesaikan oleh manajemen Krakatau Steel saat ini. Pasalnya, produsen baja milik negara itu melaporkan kerugian pada rentang 2016—2018.

Memang, kerugian yang dibukukan dalam tiga tahun terus turun. Tercatat, rugi bersih emiten bersandi KRAS itu yakni US$171,69 juta pada 2016, US$81,74 juta pada 2017, dan US$74,82 juta pada 2018.

Sebagai gambaran, Krakatau Steel disebut sebagai produsen baja terbesar di Indonesia. Kapasitas perseroan telah mencapai 3,15 juta ton per tahun pada akhir 2018.

Beberapa produk unggulan yang dihasilkan perseroan antara lain baja lembaran panas, baja lembaran dingin, dan baja batang kawat. Selain itu, lewat anak usaha, perseroan juga memproduksi berbagai jenis produk seperti pipa baja spiral, baja tulangan, serta baja profil.

Di samping memproduksi baja, KRAS juga menjalankan beberapa lini bisnis pendukung yakni industrial estat dan perhotelan, rakayasa dan konstruksi, jasa pengelolaan pelabuhan, serta jasa lainnya seperti penyedia kelistrikan, air industri, teknologi informasi, serta layanan medis.

LEPAS ASET

Silmy mengungkapkan terdapat beberapa strategi yang ditempuh sebagai bagian dari restrukturisasi. Salah satunya dengan penjualan aset-aset non-core atau non-inti perseroan.

Dia mengatakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tertarik untuk bekerja sama di aset pembangkit listrik perseroan. Selanjutnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. juga melirik bisnis distribusi gas di kawasan industri milik Krakatau Steel.

Lebih lanjut, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara (PGN) akan mengambil sebagian kepemilikan saham serta melakukan perluasan bisnis di PT Krakatau Daya Listrik (KDL). Namun, saat ini menurutnya masih dilakukan kajian dan pembicaraan dengan calon pembeli. “Pembahasan harus selesai tahun ini,” ujarnya.

Dalam laporan tahunan 2018 perseroan, dijelaskan bahwa KDL memiliki kegiatan usaha mendirikan dan mengoperasikan pembangkit listrik berikut jaringan listrik, instalasi bahan bakar minyak dan gas di Cilegon dan/atau di tempat lain dan jasa kelistrikan serta penyimpanan, penyaluran dan niaga bahan bakar minyak dan gas, serta menjalankan perdagangan yang berhubungan dengan produk-produk tersebut.

Silmy mengklaim strategi itu akan berdampak positif terhadap perseroan. Diharapkan, KRAS dapat mengurangi beban usaha melalui efisiensi dan peningkatan pendapatan.

Selain penjualan aset non-core, KRAS juga tengah melakukan spin off  divisi usaha. Nantinya, divisi itu akan menjadi anak usaha langsung atau langsung bergabung dengan anak.

Adapun, proses spin off tahap pertama sudah berjalan mulai 1 Juli 2019. Strategi itu dilakukan untuk unit water treatment, maintenance atau perawatan, manajemen logistik, pengelolaan aset, serta automation.

Di sisi lain, dia mengungkapkan restrukturisasi utang sudah memasuki tahap finalisasi. Proses itu diharapkan dapat rampung dalam waktu dekat.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, KRAS akan merestrukturisasi utang hingga US$2,2 miliar. Manajemen mengklaim telah melakukan pembahasan dengan sejumlah perbankan.

Secara terpisah, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan sangat mendukung langkah yang ditempuh oleh Krakatau Steel. Pihaknya menyebut restrukturisasi dari sisi bisnis, organisasi, dan keuangan harus secara total sehingga bisa sehat dan kuat untuk mendukung sektor industri.

Di lain pihak, Managing Director Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LM FE UI) Toto Pranoto menilai langkah KRAS untuk fokus ke bisnis inti terbilang positif. Menurutnya, perseroan perlu memberikan keyakinan kepada investor setelah mengalami rugi dalam tiga tahun terakhir dan kasus operasi tangkap tangan (OTT) direksi.

“Bahwa upaya ini bisa memberikan perbaikan dalam jangka panjang. Jangka pendeknya, paling tidak membersihkan reputasi dan mengirim sinyal bahwa manajemen saat ini lebih serius dalam melakukan transformasi perusahaan,” tuturnya.

Toto menyebut upaya yang ditempuh membutuhkan dukungan dari seluruh elemen di induk dan anak usaha. Oleh karena itu, diperlukan cetak biru yang jelas mengenai rencana transformasi dan disosialisasikan kepada semua pemangku kepentingan.

Secara jangka pendek, lanjut dia, quick win perlu diperlihatkan. Salah satunya dengan mencetak laba bersih pada 2019. “Caranya kalau sisi revenue susah digenjot, sisi cost perlu dibuat efisien dengan langkah transformasi yang dilakukan,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper