Bisnis.com, JAKARTA — Emiten jasa pertambangan, PT Delta Dunia Makmur Tbk. mengincar earning before interest, taxes, depreciation, and amortization hingga US$320 juta pada 2019 atau tumbuh 7,38% dari realisasi tahun lalu.
Direktur Keuangan Delta Dunia Makmur Eddy Porwanto menjelaskan bahwa perseroan perseroan membidik volume pengupasan lapisan penutup batu bara atau overburden removal (OB) di kisaran 380 juta bank cubic meter (bcm) hingga 420 juta bcm pada 2019. Tahun lalu, realisasi volume OB emiten berkode saham DOID itu sebanyak 392,5 juta bcm.
Dari situ, Eddy menyebut perseroan mengincar pendapatan US$850 juta hingga US$950 juta pada tahun ini. Dengan demikian, pertumbuhan yang dibidik hingga mencapai 6% dari realisasi US$892 juta pada 2018.
Pada 2019, dia meyakini perseroan mampu mencapai target earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) yang dibidik US$280 juta hingga US$320 juta. Target tersebut naik hingga 7,38% dibandingkan US$298 juta pada 2018.
Seperti diketahui, perseroan membukukan EBITDA US$54 juta pada kuartal I/2019. Pencapaian itu turun 6% dari US$57 juta pada kuartal I/2018.
Eddy membeberkan tertekannya EBITDA kuartal I/2019 akibat dari rendahnya harga batu bara. Selain itu, volume OB masih juga masih rendah akibat kondisi cuaca. “Ke depan, secara kuartalan EBITDA akan membaik sejalan dengan kenaikan volume dan harga,” ujarnya di Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Baca Juga
Pada kuartal I/2019, DOID mengantongi pendapatan US$213,91 juta pada. Pencapaian itu tumbuh 17,64% dari US$181,83 juta pada kuartal I/2018.
Kendati demikian, beban pokok pendapatan perseroan naik lebih tinggi secara tahunan pada kuartal I/2019. Pasalnya, beban pokok pendapatan naik 27,79% dari US$144,35 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$184,47 juta.
Dari situ, perseroan membukukan laba bersih US$1,36 juta pada kuartal I/2019. Pencapaian itu turun 86,99% dari US$10,45 juta pada kuartal I/2018.
Di sisi lain, Eddy menyebut saat ini perseroan tengah melakukan diskusi untuk perpanjangan sejumlah kontrak jasa pertambangan. Pembahasan itu dilakukan dengan PT Kideco Jaya Agung yang akan habis pada 2019 dan PT Berau Coal (Binungan) yang akan habis pada 2020.
“Kami berada pada tahap akhir untuk diskusi dengan mereka terkait perpanjangan kontrak,” jelasnya.
Dia mengklaim pembahasan perpanjangan kontrak dengan dua perseroan masih berjalan dengan lancar. Pihaknya berharap diskusi dapat diselesaikan dalam beberapa bulan ke depan.