Bisnis.com, JAKARTA — PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. menargetkan pertumbuhan penjualan tahun ini sebesar 14% hingga 17% atau lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian 2018.
Berdasarkan laporan keuangan 2018, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan 14,89% sepanjang 2018 atau menjadi Rp34,01 triliun dari posisi Rp29,6 triliun pada tahun sebelumnya.
Beban pokok penjualan emiten dengan kode saham JPFA itu mencapai Rp26,8 triliun, naik 9,03% dari posisi Rp24,58 triliun pada 2017. Hal ini pun berhasil mengerek laba hingga tumbuh lebih dua kali lipat.
Laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2018 senilai Rp2,16 triliun, naik 132% dari posisi Rp933,16 miliar pada 2017.
Direktur Japfa Comfeed Indonesia Koesbyanto Setyadharma mengatakan, perseroan akan menjaga pertumbuhan pendapatan pada 2019 pada kisaran 14%—17%. Dia mengharapkan, perseroan dapat membukukan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dari 2018.
"Proyeksi pertumbuhan pendapatan berkisar antara 14%—17%. Untuk meningkatkan pertumbuhan laba, perseroan akan terus meningkatkan efisiensi di segala bidang," katanya kepada Bisnis.com, Minggu (3/3/2019).
Koesbyanto menambahkan, strategi lain yang bakal dilakukan emiten bersandi saham JPFA yakni meningkatkan pangsa pasar dan integrasi pada kegiatan utama perseroan.
Pada tahun lalu, JPFA telah selesai membangun silo dan pengering jagung dengan alokasi belanja modal senilai Rp700 miliar. Bila ada penambahan produksi pada tahun ini dan kapasitas gudang berkurang, maka perseroan siap menambah kapasitas silo dan pengeringan jagung.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin mengungkapkan, prestasi yang dibukukan emiten unggas ini karena peningkatan harga ayam pedaging dan day old chick (DOC) yang naik sepanjang 2018. Mimi menuturkan, pertumbuhan pendapatan yang dibukukan JPFA sesuai dengan konsensus perseroan.
Sementara itu, margin laba kotor JPFA kian menyempit dari posisi 21,2% pada kuartal III/2018 menjadi 18,1% pada kuartal IV/2018. Dalam riset Mirae Asset Sekuritas, disebutkan bahwa turunnya margin laba kotor disebabkan oleh meningkatnya biaya bahan baku, terutama jagung lokal.
Dalam riset berbeda, analis Danareksa Sekuritas Victor Stefano mengubah rekomendasi dari hold menjadi beli pada saham JPFA dengan target harga Rp2.950 per saham. Victor menuliskan, bahwa raihan laba bersih JPFA menjadi rekor tertinggi.
Victor memproyeksikan raihan pendapatan pada 2019 dan 2020 masing-masing senilai Rp38,81 triliun dan Rp40,39 triliun. Sementara itu, EBITDA (earnings before interest, taxes, depreciation and amortization) pada 2019 dan 2020 masing-masing senilai Rp4,36 triliun dan Rp4,73 triliun.
Adapun laba bersih JPFA pada 2019 dan 2020 diproyeksikan masing-masing senilai Rp2,22 triliun dan Rp2,48 triliun. Untuk rasio keuangan, earnings per share (EPS) pada 2019 dan 2020 masing-masing tumbuh 2,5% dan 11,9% menjadi Rp190 dan Rp194.
Sementara itu, price earning ratio (PER) JPFA pada 2019 dan 2020 diproyeksikan masing-masing menjadoi 11,7 kali dan 10,5 kali. Untuk EV/EBITDA JPFA pada 2019 dan 2020 masing-masing 6,9 kali dan 6,1 kali.