Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar yen menutup 2018 sebagai pemenang di hadapan dolar AS di antara mata uang utama lainnya karena investor memilih beralih ke aset yang lebih aman di tengah ketidakpastian yang terjadi sepanjang 2018.
Aset lindung nilai itu melampaui mata uang lain seperti pound sterling dan euro yang mengalami pelemahan akibat Brexit dan krisis anggaran Italia. Sedangkan perang dagang antara Amerika Serikat dan China dan harga minyak yang anjlok menekan dolar Kanada.
Yen naik sekitar 2% pada perdagangan Senin (31/12) menjadi 110,45 yen per dolar AS. Sementara saham mata uang Jepang yang tercatat secara global naik 5% pada kuartal III/2018, tertinggi dalam 16 tahun terakhir.
Kepala bidang strategi perdagangan mata uang di Credit Suisse Group AS Shahab Jalinoos mengatakan bahwa jika faktor pendorong pada akhir tahun ini masih berlangsung hingga 2019, yen akan terus menguat dan mencatatkan penguatan tahunan selama empat tahun beruntun di hadapan dolar AS.
“Kabar di Jepang sudah tidak banyak yang negatif dibandingkan dengan negara lain, setidaknya cukup mendekati ekpektasi selama 2018 ini,” ungkap Jalinoos. Hal intu, menurutnya, juga membuat peran yen sebagai aset lindung nilai makin kuat.
Tahun ini, yen menguat di hadapan dolar AS yang mengalami pelemahan. Pada April, yen sempat melemah karena dolar AS yang menguat tajam. Setelah menyentuh level terendahnya sepanjang tahun pada Oktober, yen kembali bangkit pada Desember karena adanya volatilitas tinggi di pasar ekuitas.
Ketiadaan faktor yang bisa memicu investor untuk lebih percaya terhadap aset berisiko dan pertumbuhan global pada 2019 membuat Jalinoos memprediksi bahwa yen akan tetap jadi favorit pada tahun depan.
Rata-rata prediksi dari survei Bloomberg menyebutkan bahwa penguatan yen bisa mencaai 109 yen per dolar AS pada akhir tahun depan.
Marvin Barth, analis Barclays Plc., justru memprediksi bahwa yen bisa lebih menguat lagi hingga ke 107 yen per dolar AS pada akhir 2019. Tahun depan, penguatan yen akan terdorong oleh investor yang lebih berfokus pada risiko pemilikan dolar AS dan melihat diversifikasi aset valas dalam mata uang Jepang itu.
“Nilai tukar yen memang sedikit lebih rendah jika dilihat dalam perspektifnya secara jangka panjang,” ungkap Barth. Perkiraan 107 yen per dolar AS menurut Barth, tidak menjadi apresiasi besar bagi yen, tapi jelas membuat yen melampaui kinerja mata uang utama lainnya.
Ahli strategi IG Asia Pte. JIngyi Pan juga membenarkan prediksi penguatan yen pada tahun depan.
“Dengan banyaknya kekhawatiran yang ada termasuk ketidakpastian akan pertumbuhan perekonomian global yang terus berjalan, perdagangan mata uang Negeri Sakura itu masih akan menghijau dan akan tetap jadi pilihan,” kata Pan.
Dia melanjutkan, bahwa perlambatan laju kenaikan suku bunga dari Federal Reserve AS dan kesenjangan imbal hasil obligasi telah menopang penguatan yen hingga beberapa waktu ke depan.