Bisnis.com, JAKARTA – Emas berhasil menutup tahun 2018 dengan catatan yang kuat dan diperkirakan akan semakin bersinar tahun depan.
Terpacunya permintaan untuk aset safe haven di tengah eskalasi volatilitas dalam perdagangan ekuitas global serta meningkatnya kekhawatiran tentang prospek ekonomi menjadi beberapa di antara sentimen yang mendorong harga emas.
Seperti diberitakan Bloomberg, spot bullion bertahan di kisaran level tertingginya dalam enam bulan setelah melampaui level US$1.280 per ounce. Emas pun siap mencatatkan penguatan bulanan terbaiknya dalam hampir dua tahun.
Penguatan harga emas pada kuartal ini mendapat dorongan dari anjloknya ekuitas global dan keraguan di antara sebagian investor mengenai laju pertumbuhan global pada tahun 2019.
Kenaikannya juga terbantukan pelemahan dolar AS pada bulan Desember seiring dengan ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve akan mengurangi laju kenaikan suku bunga acuannya pada tahun depan.
Harga spot emas mencapai level US$1.282,23 per ounce pada Jumat (28/12/2018), level tertinggi sejak Juni, dan telah naik sebesar 4,8% bulan ini, menurut data Bloomberg. Spot emas kemudian diperdagangkan di level US$1.279,57 per ounce hari ini pukul 9.07 pagi waktu Singapura.
Pergerakan emas cenderung stabil hari ini, Senin (31/12/2018), bahkan setelah Presiden AS Donald Trump menyuarakan optimismenya terkait perkembangan sengketa perdagangan AS dengan China. Isu ini telah menjadi salah satu ancaman yang tersisa untuk pertumbuhan yang akan terjadi tahun depan.
Trump mengungkapkan telah melakukan komunikasi yang sangat baik dengan Presiden China Xi Jinping pada hari Sabtu (29/12) untuk membahas perdagangan dan mengklaim adanya kemajuan besar antara kedua negara.
“Baru saja melakukan pembicaraan yang panjang dan sangat baik dengan Presiden Xi dari China. Kesepakatan berjalan dengan sangat baik. Jika dibuat, itu akan sangat komprehensif, mencakup semua subjek, bidang dan titik perselisihan. Kemajuan besar sedang dibuat!," tulis Trump dalam akun Twitter miliknya.
Namun tekanan tetap menghantui aset berisiko sekaligus mengangkat daya tarik aset safe haven pascarilis data manufaktur China hari ini.
Industri manufaktur China kembali terkontraksi pada bulan Desember ke level terendah sejak awal 2016. Fakta ini menggarisbawahi kekhawatiran atas perlambatan ekonomi domestik dan kemungkinan berlanjutnya perang dagang.
Indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) sektor manufaktur turun menjadi 49,4 pada bulan Desember, di bawah level 50 yang menunjukkan kontraksi.
Indeks pesanan baru untuk ekspor, yang memberikan indikasi permintaan di masa mendatang, turun menjadi 46,6, dari 47 pada bulan sebelumnya. Adapun PMI non-manufaktur, yang mencerminkan aktivitas di sektor konstruksi dan jasa, naik menjadi 53,8 dari 53,4.
Sejumlah bank termasuk Goldman Sachs Group Inc. pun melihat potensi kenaikan harga emas selama 12 bulan mendatang, apalagi ditunjang berkurangnya laju kenaikan suku bunga AS.
“Kami sangat optimistis mengenai emas,” kata Benjamin Lu, seorang analis di Phillip Futures Ltd. “Masih banyak ketidakpastian dan kesuraman menuju 2019.”
Menurut Lu, kekhawatiran kondisi makro, proses Brexit di Inggris, dan tingkat pinjaman yang tinggi adalah beberapa risiko yang akan menopang emas pada kuartal pertama tahun depan. Harga emas diprediksinya bisa mencapai level US$1.300 per ounce jika level US$1.281 ditembus.