Bisnis.com, JAKARTA – Meski berhasil membukukan kenaikan pendapatan, emiten menara telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. menderita penurunan laba bersih pada periode yang berakhir September 2018.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, emiten dengan sandi TBIG tersebut membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp623,45 miliar per September 2018, turun tipis 4,1% dibandingkan dengan periodeyang sama tahun lalu (yoy) yang sebesar Rp650,14 miliar.
Pada periode tersebut, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp3,17 triliun, meningkat 7,12% secara yoy.
Chief Executive Officer (CEO) Tower Bersama Infrastructure Hardi Wijaya Liong menyampaikan per 30 September 2018, TBIG memiliki 24.886 penyewaan dan 14.450 sites telekomuniasi. Saat ini, perseroan memiliki 14.391 menara telekomunikasi dan 59 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi 24.827, rasio kolokasi perseroan menjadi 1,73%.
“Kami melihat peningkatan permintaan yang signifikan dari pelanggan untuk penambahan menara dan kolokasi. Kuartal ini merupakan kuartal terbaik bagi TBIG di tahun ini dalam hal penambahan dan penyewaan tersebut,” ungkap Hardi, Senin (12/11/2018).
Hardi merincikan pada kuartal III/2018 perseroan menambah 1.133 penyewaan yang terdiri dari 652 site telekomunikasi dan 481 kolokasi. Dengan penambahan itu, maka pada 9 bulan pertama 2018 perseroan telah membukukan 2.350 penyewaan.
Sebagai catatan, emiten Grup Saratoga tersebut menargetkan angka penyewaan dapat mencapai 2.500 hingga akhir tahun ini.
Chief Financial Officet TBIG Helmy Yusman Santoso menyampaikan per 30 September 2018, total pinjaman dalam mata uang dolar AS yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya mencapai Rp20,4 triliun. Total pinjaman senior perseroan tercatat Rp13,48 triliun.
Dengan saldo kas Rp293 miliar, total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp19,751 triliun dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) Perseroan menjadi Rp13,19 triliun. Menggunakan EBITDA kuartal III/2018 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 3,5 kali dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 5,3 kali.
“Di tengah upaya kami untuk terus membangun menara dan meningkatkan penyewaan, tingkat leverage kami tetap stabil dan masih berada di bawah pembatasan obligasi kami untuk tidak lebih tinggi dari 6,25 kali untuk rasio total pinjaman,” ungkap Helmy.
Helmy menambahkan perseroan membangun aset jangka panjang yang didukung oleh kontrak 10 tahun yang terjamin sehingga arus kas perusahaan dapat diprediksi dan berulang. Adapun, dia menyebut perseroan menerapkan strategi konservatif untuk melakukan lindung nilai pada seluruh utang. Apalagi, pergerakan rupiah belakangan ini sangat fluktuatif.