Bisnis.com, JAKARTA — Harga komoditas tembaga menghijau setelah sebelumnya tergelincir selama dua hari. Penguatan harga logam tembaga itu terjadi seiring dengan kepastian pengumuman bahwa partai Demokrat AS mendapat kedudukan untuk mengendalikan House of Representative pada pemilihan umum jangka menengah.
Pada perdagangan Rabu (7/11), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) naik tipis 0,5% ke US$6.189 per ton. Sepanjang tahun berjalan, tembaga berjangka telah mencatatkan penurunan harga hingga 15%.
Sementara itu, di bursa Shanghai (SHFE) harga tembaga mencatatkan penurunan 70 poin atau 0,14% menjadi 49.590 yuan per ton dengan penyusutan mencapai 10,55% selama 2018 berjalan.
Kepala analisis pasar global di Marex Spectron Guy Wolf mengatakan, salah satu pembalik kondisi pergerakan harga logam dasar adalah penguatan kurs dolar AS setelah adanya sejumlah stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah Presiden Donald Trump.
"Jika melihat pasar fisik, terutama di tembaga, pergerakannya sangat ketat. Saat ini, hubungan fundamental mikro dan sentimen makronya tidak sejalan di pasar logam industri," kata Wolf, dikutip dari Reuters, Rabu (7/11).
Adapun, stimulus untuk penguatan kurs oleh pemerintah Trump selanjutnya mendorong rencana kenaikan suku bunga oleh bank sentral yang berpotensi menguatkan pertumbuhan ekonomi Paman Sam.
Namun, hasil pemilihan umum jangka menengah yang memastikan partai Demokrat AS bakal mengendalikan House of Representative itu bisa melemahkan agenda Trump terkait dengan ekonomi makro.
"Kalau hasilnya ternyata bisa melemahkan kemampuan pemerintahan Trump, cukup adil kalau dikatakan ada peluang untuk dolar AS bisa melemah dan menghapus sejumlah pergerakan penguatan dalam beberapa waktu terakhir," kata Wolf.
Sebelumnya, pertumbuhan pendapatan sejumlah industri di China melambat dalam 5 bulan terakhir karena penjualan logam industri dan bahan baku pabrik semakin berkurang. Hingga akhir tahun, perdagangan logam industri berpotensi menguat seiring dengan perbaikan hubungan dagang AS dan China.
Analis ANZ Daniel Hynes mengatakan bahwa menurunnya minat pasar pada aset berisiko semakin bertambah ketika terjadi pelemahan mata uang di China. Kondisi itu bakal berdampak pada pertumbuhan permintaan.
“Yuan yang melemah akan membuat harga komoditas yang dihargai dengan dolar Amerika Serikat seperti tembaga akan semakin mahal untuk dibeli menggunakan mata uang China itu,” tuturnya.
Adapun, dari komoditas logam lainnya, pergerakan nikel memimpin kenaikan harga dengan penguatan 25 poin atau 0,82% menjadi US$11.775 per.
Sejumlah logam lainnya mencatat pelemahan yakni harga aluminium susut 24,50 poi atau 1,24% menjadi US$1.950 per ton, seng turun 19 poin atau 0,75% menjadi US$2.501 per ton, dan timah menurun 25 poin atau 0,13% menjadi US$19.050 per ton karena jumlah pasokan meningkat.