Bisnis.com, JAKARTA – Manajemen maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menyebut upaya perseroan untuk melakukan renegosiasi kontrak penyewaan pesawat akan mulai berdampak positif pada kinerja keuangan pada sisa tahun ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra menyampaikan sejauh ini perseroan menilai operasional emiten dengan sandi GIAA tersebut masih on track untuk dapat mencapai nilai rugi bersih 2018 di bawah US$100 juta.
“Kami masih optimistis kerugian bisa di bawah US$100 juta dengan meningkatkan sumber-sumber pendapatan perseroan, sekaligus perbaikan pada struktur biaya,” ungkap Ari Askhara pada Bisnis.com, Senin (5/11).
Ari menjelaskan perseroan menargetkan upaya emiten maskapai pelat merah tersebut menargetkan sejumlah negosiasi seperti terkait kontrak leasing dan negosisasi untuk menurunkan biaya penyewaan pesawat dapat mencapai titik temu dalam waktu dekat.
Garuda Indonesia membukukan kerugian dalam beberapa tahun terakhir, namun pada tahun ini nilainya terus mengecil. Pada periode yang berakhir 30 September, perseroan membukukan pendapatan usaha sebesar US$3,22 miliar, meningkat tipis 3,47% dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy) yang sebesar US$3,11 miliar.
Pada periode tersebut, beban usaha perseroan juga meningkat tipis 3,61% yoy ke level Rp US$3,32 miliar. Kerugian kurs perseroan tercatat meningkat cukup tajam 232,64% ke level US$52,35 juta.
Pada 9 bulan pertama 2018, Garuda Indonesia membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$114,08 juta, atau turun 48,62% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang menunjuk dirinya menjadi Garuda Indonesia-1, Ari Askhara menargetkan kerugian bersih perseroan pada tahun ini dapat mencapai di bawah US$100 juta.
Dengan kerugian bersih sebesar US$114,08 juta hingga September 2018, maka Manajemen GIAA harus dapat membukukan laba bersih sedikitnya US$14 juta pada kuartal IV/2018.
Sebagai catatan, sepanjang tahun lalu GIAA membukukan kerugian mencapai US$213,4 juta.
Menurut Ari, pada kuartal IV/2018 kinerja perseroan akan ditolong dari hasil renegosiasi kontrak sekaligus pendapatan bisnis pendukung. “Bisnis kargo kami akan banyak menolong karena ada perbaikan sistem dan penyesuaian harga,” ujar Ari.
Pada bulan lalu, GIAA memutuskan untuk melakukan penyesuaian harga pada jasa kargo perseroan dengan meningkatkan tarifnya sebesar 15%.
Berdasarkan data perseroan, pendapatan kargo hingga September 2018 mencapai US$177,51 juta, naik 3,93% yoy. Salah satu pendorong pendapatan perseroan pada kuartal III/2018 adalah keberangkatan haji yang meningkat 8,73% ke level US$206,06 juta.