Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga bergerak datar, merefleksikan kekhawatiran terhadap perlambatan permintaan dari China sebagai konsumen teratas dunia hingga akhir tahun ini. Pasalnya, Beijing kembali merencanakan untuk kembali membangkitkan perekonomian yang baru akan berpengaruh pada 2019.
Pemerintah China mengungkapkan, pada pekan ini akan menggelontorkan sejumlah kebijakan untuk mendukung perusahaan swasta negaranya, termasuk langkah untuk membantu mengumpulkan dana dari pasar modal.
Keputusan tersebut diambil setelah pada pekan lalu kemunculan data produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III/2018 menunjukkan perlambatan pertumbuhan ke 6,5%, terendah sejak kuartal I/2009.
Analis di CRU Consultancy Chris Wu mengatakan bahwa hal itu menjadi sinyal positif, akan tetapi, akan memerlukan waktu yang panjang agar niat politik itu bisa diartikan sebagai kebijakan yang sesungguhnya.
“Sejauh ini, kami belum mendengar ada manufaktur yang sudah terdorong pertumbuhannya dan merasa mendapat dukungan dari rencana tersebut. Kemungkinan baru bisa terlihat pada tahun depan,” paparnya, dilansir dari Reuters, Rabu (24/10/2018).
Tembaga sering digunakan untuk pembangkit listrik dan sektor konstruksi, Wu menyebutkan bahwa belum ada banyak pesanan dari State Grid China. Adapun, kebijakan anti-produksi asap industri pada musim dingin tahun ini diperkirakan semakin membatasi aktivitas konstruksi pada kuartal akhir tahun ini.
Harga tembaga untuk kontrak tiga bulan pada perdagangan Rabu (24/10) di London Metal Exchange (LME) mengalami penurunan hingga 46 poin atau 0,74% ke US$6.196 per ton. Kemudian, harga tembaga untuk pengiriman Desember di Shanghai Futures Exchange turun 0,4% ke 50.110 yuan per ton.