Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga rebound pada penutupan perdagangan Jumat (19/10/2018) dari titik terendahnya selama sebulan setelah regulasi di China menyatakan akan mendukung perusahaan dengan masalah likuidasi karena mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan terakhir.
Logam merah tersebut mengakhiri pelemahan selama beberapa pekan dan masih berpotensi tertekan oleh penguatan dolar AS dan terkena dampak dari perang dagang antara AS dan China.
Ahli strategi komoditas di ETF Securities Nitesh Shah mengatakan, pernyataan apapun yang bersifat dukungan dari Pemerintah China kepada bank swasta dan perusahaan yang kesulitan dalam hal likuidasi, turut memberi dukungan pada perputaran aset termasuk dalam logam industri.
“Hal itu akan mengurangi ancaman dari kemungkinan penyusutan permintaan dalam perekonomian China yang melambat,” ungkapnya, dikutip dari Reuters, Sabtu (20/10/2018).
Pada penutupan perdagangan Jumat (19/10/2018), harga tembaga di bursa London Metal Exchange mengalami penurunan 62 poin atau 1% menjadi US$6.157 per ton setelah sebelumnya sempat naik hampir 1% di US$6.220 per ton.
“Beijing sudah mengumumkan sejumlah stimulus untuk mengimbangi dampak dari perang dagang dengan AS, tapi akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk bisa memberikan pengaruh pada perekonomian China yang melambat,” ujar Rob Carnell, Kepala Ekonom ING.
Perselisihan pada tarif AS dan aksi saling balas dari negara lain telah memicu 12 permintaan pengadilan ke Organisasi Dagang Dunia (WTO), yang memberikan tanda bahwa perang dagang global akan semakin memanas.