Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga tergelincir karena penguatan dolar Amerika Serikat, inflasi pabrik di China yang melemah, adanya kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, perang dagang, dan kenaikan suku bunga AS.
Dolar AS menguat setelah imbal hasil obligasi AS menguat bersamaan dengan saham China yang anjlok setelah kemunculan data inflasi pabrik di negara konsumen tembaga itu mendingin dalam 3 bulan berturut-turut hingga September.
Pada Selasa (16/10/2018), indeks dolar AS kembali menghijau 0,13% menjadi 95,18 dan mencatatkan penguatan sebesar 3,28% selama tahun berjalan.
Kepala Bidang Riset FastMarkets William Adams mengatakan bahwa belum ada hal positif yang berputar di sekitar perdagangan berjangka tembaga. Kekhawatiran akan perang dagang antara AS dan China yang diperkirakan masih berlanjut hingga tahun depan, kenaikan harga minyak mentah, dan kenaikan suku bunga AS masih memengaruhi harga komoditas itu.
“Dengan fundamental suplai tembaga yang masih kuat, hal itu hanya bisa mendorong harga naik kektik kondisi makroekonomi saat ini berbalik, yang sepertinya belum akan terjadi dalam waktu dekat,” ujarnya, dilansir dari Reuters, Selasa (16/10/2018).
Pada perdagangan Selasa (16/10), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) anjlok 1,2% menjadi US$6.223 per ton. Harga logam merah itu sudah sempat stabil sejak pertengahan September lalu, tapi sudah anjlok sejak puncaknya pada Juni lalu.
Dalam produksi baja, sebagai salah satu logam yang berbahan tembaga, World Steel Association sudah melipatgandakan prediksi pertumbuhan permintaan global untuk bahan yang digunakan dalam sektor kendaraan dan konstruksi itu. Namun, perang dagang diperkirakan masih akan membayangi pasar.
“Logam dasar akan terus melemah di tengah banyaknya ketidakpastian perekonomian makro. Meskipun dari sisi mikro sentimennya bullish. Kami melihat pelemahan harga tembaga sebagai peluang aksi beli selanjutnya,” ungkap Alastair Munro, broker di Marex Spectron.
Munro menggarisbawahi, penurunan cadangan di gudang dan mengatakan akan ada lonjakan harga nantinya ketika bersamaan dengan tensi perang dagang akan membuat China harus menyeleksi stimulus infrastrukturnya untuk mendorong pertumbuhan.
Kemudian, impor di China untuk komditas tembaga murni melonjak ke titik tertinggi selama 2,5 tahun pada September, sementara untuk impor tembaga konsentrat merangkak ke level tertinggi karena konsumen dari China membutuhkan logam degan kualitas yang lebih baik untuk infrastrukturnya.