Bisnis.com, JAKARTA—Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berdampak pada kenaikan harga tepung terigu masih menekan saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) hari ini ditutup melemah 200 poin atau 3,46% ke level Rp5.575 dari hari sebelumnya di level Rp5.775.
Secara year to date, harga saham INDF merosot 26,89% diikuti indeks sektor barang konsumsi yang juga melemah 15,03% (ytd).
Di sisi fundamental, semester I/2018 perusahaan dengan ticker INDF ini mencatatkan kenaikan penjualan sebesar 0,97% menjadi Rp35,99 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Akan tetapi, sisi beban keuangan perusahaan juga melonjak 66,41% menjadi Rp1,12 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya hanya sebesar Rp673 miliar. Akibatnya laba bersih INDF pada semester I/2018 tercatat turun 12,67% (yoy) menjadi Rp1,96 triliun.
Meskipun laba bersih perusahaan turun di semester I/2018, INDF berusaha kembali meningkatkan kapasitas produksi tepung terigu anak usahanya yaitu PT Bogasari Flour Mills. Langkah ini bertujuan mempertahankan pangsa pasar segmen tepung terigu yang mencapai 51% di Indonesia. PT Bogasari Flour Mills berencana menambah kapasitas produksi gandum sebesar 1.500 ton per hari di tahun 2020 dari total kapasitas produksi Bogasari saat ini sebesar 16.450 ton per hari.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tahun 2018 ini, cukup menekan pasar tepung terigu yang berbahan baku dari produk impor. Berdasarkan pernyataan INDF sebelumnya, sejak Mei 2018 telah terjadi kenaikan harga tepung terigu minimal 10%, bila mengikuti nilai tukar dolar terhadap rupiah. Atas kenaikan ini, perusahaan akan menyesuaikan harga tepung terigu, mengingat kuatnya faktor nilai tukar
Pada semester I/2018, penjualan Bogasari tercatat sebesar Rp9,98 triliun atau berkontribusi 27,73% terhadap total penjualan INDF yang mencapai Rp35,99 triliun.
Secara teknikal, harga saham INDF ditutup berada di bawah kurva MA 100 yang cenderung masih akan tertekan. Indikator Relative Strength Index menunjukkan angka 30,84 dan mendekati area oversold.
Sumber: Bloomberg
*) Dyah Ayu Kartika, analis Bisnis Indonesia Resources Center