Bisnis.com, JAKARTA – Analis FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo menilai target Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra untuk menekan kerugian emiten maskapai tersebut hingga di bawah US$100 juta pada tahun ini tidak mudah dicapai.
Wisnu menggarisbawahi sebagian besar struktur biaya yang dikeluarkan emiten dengan kode saham GIAA tersebut berdenominasi dolar sehingga kinerja perseroan akan ikut terdampak dari pelemahan nilai tukar.
“Pengeluaran Garuda Indonesia itu 75%-nya dalam dolar tetapi hanya 35%—40% pendapatannya yang berdenominasi dolar. Ini gap-nya masih sangat besar. Kalau lihat harga avtur, untuk menekan kerugian sampai di bawah US$100 juta itu justru lebih challenging daripada semester I/2018,” ungkap Wisnu saat dihubungi, Rabu (12/9).
Dia menegaskan kinerja Garuda Indonesia sangat rentan pada pergerakan nilai tukar dolar sehingga manajemen harus mencari cara untuk membuat finansial perseroan lebih stabil di tengah fluktuasi pasar.
Adapun, Garuda Indonesia membukukan rugi bersih sebesar US$116,86 juta selama semester I/2018, mengecil 58,55% dibandingkan dengan kerugian bersih yang diderita perseroan pada semester I/2017 yang mencapai US$281,92 juta.
Selama semester I/2018, perseroan membukukan pendapatan operasional sebesar US$1,99 miliar atau meningkat 5,9% dibandingkan semester I/2017, sedangkan biaya operasional tercatat hanya meningkat 0,3% menjadi US$2,1 miliar.
Wisnu menyampaikan upaya menekan biaya-biaya besar harus tetap dilanjutkan oleh direksi baru. Dia mencontohkan langkah baik GIAA yang memangkas rute-rute yang biaya operasionalnya belum dapat ditutup dari 22 penerbangan pada semester I/2018, menjadi hanya 11 penerbangan pada semester I/2018.