Bisnis.com, JAKARTA – Emiten maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. masih belum merampungkan pinjaman dengan target US$500 juta. Dana tersebut akan digunakan perseroan untuk merustrukturisasi utang.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono sebelumnya menyampaikan perseroan menargetkan dapat mencapai kesepakatan pinjaman tersebut pada pekan pertama Agustus 2018.
“Pinjamannya belum [rampung],” ungkap Helmi saat dikonfirmasi, Senin (13/8/2018).
Helmi menyampaikan perseroan masih melakukan diskusi terbatas dengan sejumlah bank untuk dapat menyalurkan pendanaan. Dari pinjaman sindikasi, emiten dengan kode saham GIAA tersebut membidik dana pinjaman sebesar US$300 juta, sedangkan US$200 juta diharapkan didapat dari pinjaman bilateral.
Berdasarkan catatan perseroan, utang jangka pendek GIAA mencapai 65% dari total pinjaman perseroan yang akan jatuh tempo tahun ini. Saat ini, negosiasi GIAA dan beberapa bank masih terus berlanjut.
Menyiasati pinjaman jangka pendek tersebut, Helmi menyebut perseroan terus melakukan negosiasi dengan kreditur sehingga dapat memperpanjang periode jatuh tempo.
Garuda Indonesia sebelumnya juga telah menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) senilai Rp2 triliun yang seluruh dananya digunakan untuk membayar obligasi bertenor 5 tahun yang jatuh tempo pada 4 Juli 2018 yaitu senilai Rp2 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, Garuda Indonesia membukukan rugi bersih sebesar US$116,86 juta selama semester I/2018, mengecil 58,55% dibandingkan kerugian bersih yang diderita perseroan pada semester I/2017 yang mencapai US$281,92 juta.