Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) justru cenderung melemah setelah melakukan rights issue dan mengakuisisi Star Energy, padahal, aksi korporasi tersebut dipercaya dapat menopang kinerja perseroan dalam jangka panjang.
Pada penutupan perdagangan Jumat (6/7) saham BRPT menurun 55 poin atau 3,09% menjadi Rp1.725. Harga merosot 24,67% dalam sebulan terakhir dan melesu 23,67% secara year-to-date (ytd).
Pada 7 Juni 2018, BRPT merampungkan akuisisi 66,67% saham Star Energy, produsen listrik tenaga panas bumi terbesar di Indonesia, senilai US$755 juta. Selanjutnya, pada 29 Juni 2018, perusahaan menyelesaikan proses rights issue sejumlah Rp8,9 triliun.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menyampaikan, ada dua faktor yang menekan saham BRPT dalam sebulan terakhir. Pertama, investor masih menimbang performa perusahaan setelah akuisisi Star Energy.
“PLTG [Pembangkit Listrik Tenaga Gas] merupakan bisnis yang relatif baru, karena selama ini masyarakat lebih mengenal batu bara. Faktor ini yang masih dipertimbangkan seberapa jauh mendorong kinerja BRPT,” ujarnya data dihubungi, Minggu (8/7/2018).
Kedua, kinerja kuartal I/2018 perusahaan yang merosot akibat kenaikan harga minyak mentah sebagai bahan baku. Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan 2 Juli 2018, manajemen BRPT menuliskan pendapatan bersih mencapai US$697,54 juta, naik 9,75% year-on-year (yoy).
Akan tetapi, beban pokok pendapatan per Maret 2018 meningkat menjadi US$559,06 juta dari sebelumnya US$460,88 juta. Laba bersih perusahaan pun menurun menuju US$19,13 juta dari kuartal I/2017 sebesar US$48,96 juta.
Menurut Reza, faktor risiko harga minyak dan pelemahan rupiah yang membebani impor masih membayangi kinerja BRPT. Kendati demikian, dalam jangka panjang neraca keuangan perusahaan akan membaik seiring dengan kontribusi dari motor pendapatan baru, yakni Star Energy.
Dia merekomendasikan beli terhadap saham BRPT dengan target harga Rp3.000. Diperkirakan harga mulai naik setelah rilis laporan keuangan III/2018, di mana kontribusi Star Energy mulai tergambar.
Sementara itu, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Taye Shim menyampaikan, kinerja BRPT akan membaik seiring dengan bertambahnya kapasitas produksi butadine pada kuartal II/2018 menjadi 137.000 ton dari sebelumnya 37.000 ton. Pabrik itu dioperasikan anak usahanya, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA).
Dia memprediksi, pendapatan BRPT sampai akhir 2018 mencapai US$3,07 miliar dan laba bersih US$152 juta. Oleh karena itu, Taye memberikan rekomendasi trading buy terhadap sahamnya dengan target Rp2.500.
“Target tersebut kami turunkan dari sebelumnya Rp2.850 karena ada risiko kenaikan harga minyak. Harga baru mencerminkan PER 15,8 kali,” paparnya.
Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, Mandiri Sekuritas memberikan target harga saham BRPT di level Rp2.640, dan Samuel Sekuritas mematok harga Rp2.400.