Bisnis.com, JAKARTA— Pasar mulai kembali kepada kondisi fundamentalnya, menyusul naiknya harga minyak mentah di tengah indeks dolar AS yang melemah pada penutupan perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB.
Meski harga minyak mentah masih berada di atas US$70 per barel, tapi pasar meyakini peningatakan harga tersebut tidak memacu angka inflasi AS.
"Dengan harga minyak US$ 70, sulit bagi saya untuk percaya ini akan menjadi tren inflasi yang terus-menerus," kata Eric Winograd, ekonom senior AllianceBernstein LP seperti dikutip Reuters, Jumat (11/5/2018).
Pasar minyak terkerek ke atas US$70 per barel, saat pasar mencermati efek dari permasalahan produksi minyak mentah di Venezuela yang dibayangi dengan meningkatnya persediaan minyak mentah AS.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS pada oagi ini, Jumat (11/5/2018), pk. 06.31 naik 0,18% ke US$71,44 per barel. Pada Kamis, minyak WTI ditutup naik 0,37% ke US$71,31 per barel.
Tercatat sejak 9 Mei, minyak WTI mampu menembus US$70 per barel.
Minyak mentah Brent berjangka kontrak Juli 2018, pada penutupan perdagangan Kamis meningkat 0,34% ke US$77,47 per barel.
Seperti diketahui, indeks dolar AS yang menunjukkan kekuatan mata uang tersebut terhadap sejumlah mata uang utama lainnya cukup signifikan pelemahannya yaitu sebesar 0,42% ke level 92,65. Pada Kamis, idneks dolar AS meninggalkan level 93.
Indeks dolar AS melemah, setelah rilis kenaikan harga konsumen yang meredakan kekhawatiran bank sentral AS Federal Reserve kemungkinan mungkin menaikkan suku bunga lebih dari yang diharapkan tahun ini.
Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan indeks harga konsumen naik 0,2% pada April di bawah perkiraan yang sebesar 0,3%.
"Inflasi akan naik tetapi peningkatannya dalam level yang wajar" kata Eric.