Bisnis.com, JAKARTA – Goldman Sachs Inc. mengungkapkan bahwa nilai komoditas global mengalami kenaikan yang signifikan, di tengah kondisi ketegangan geopolitik di berbagai negara akhir—akhir ini.
Indeks Komoditas Bloomberg telah tercatat naik lebih dari 2,5% pada pekan ini. Angka ini merupakan peningkatan terbesar dalam 2 bulan. Adapun Indeks S&P GSCI juga mencatatkan kenaikan lebih dari 5% pada pekan ini dari capaian tertinggi pada 2014.
Kenaikan tersebut didorong oleh minyak mentah yang mengalami lonjakan mingguan terbesarnya sejak Juli serta aluminium yang bergerak pada reli terkuatnya sejak 1987.
Minyak mentah Brent di ICE Futures Europe yang berbasis di London telah meningkat 7,8% pada minggu ini menjadi US$72,33 pada pukul 17.00 WIB pada Jumat (13/4), level tertinggi dalam hampir 4 tahun.
Adapun, kontrak berjangka minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik 8,6% pada pekan ini di US$67,38 per barel di New York Merchantile Exchange.
Sementara itu, harga aluminium London Metal Exchange (LME) telah melonjak lebih dari 13,5% pada minggu ini menjadi US$2,320 per ton pada Kamis (12/4), melonjak ke level tertinggi dalam 6 tahun.
Goldman Sach Inc. menuturkan bahwa terjadi kekuatan yang cukup tinggi pada komoditas saat ini seiring dengan meningkatnya ketegangan politik di berbagai negara di samping ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat.
“Kasus ini menggandakan rekomendasi ‘overweight’ kami. Diperkirakan, komoditas akan menghasilkan laba [return] 10% selama 12 bulan ke depan,” papar sejumlah analis Goldman Sachs Inc. termasuk Jeffrey Currie, seperti dilansir Bloomberg, Jumat (13/4).
Menurut bank investasi tersebut, investor minyak mentah terguncang oleh potensi gangguan pasokan Timur Tengah di tengah ancaman Amerika Serikat yang membom sekutu Rusia Suriah, sementara Arab Saudi menembak jatuh rudal yang ditembakkan oleh pemberontak pro—Iran di Yaman.
Di samping itu, turut menimbulkan kekhawatiran di pasar minyak bahwa AS akan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran serta mengekang ekspornya. Apalagi dengan penunjukan John Bolton sebagai Penasihat Keamanan Nasional dan Mike Pompeo sebagai Menteri Luar Negeri AS yang cenderung pro--perang.
Adapun, di pasar aluminium, sanksi AS terhadap Rusia yang menekan United Co. Rusal, produsen aluminium terbesar di luar China telah mendorong pembeli dalam berebut mencari pasokan.
Semua bagian dari rantai pasokan bergegas untuk menilai risiko penanganan logam dari Rusal, perusahaan yang Goldman katakan mewakili 6% dari output global. Langkah ini akan mendorong gangguan signifikan dalam waktu dekat dan mendorong perkiraan akhir tahun sebesar US$1,950 per ton.
“Kami sekarang mengekspektasikan harga aluminium tetap tinggi dan volatile hingga awal Juni ketika pasar akan dipaksa untuk berdamai dengan struktur sanksi,” tulis analis Goldman.
“Ada risiko kenaikan signifikan dan potensi volatilitas karena pasar menemukan keseimbangan baru,”tegasnya.