Bisnis.com, JAKARTA – Harga seng diproyeksikan akan bullish pada tahun ini seiring dengan faktor fundamental dari segi pasokan yang ketat dan permintaan yang meningkat.
Tercatat, harga seng di London Metal Exchange (LME) telah meroket ke level tertinggi di US$3.584 per ton pada akhir Januari. Pada penutupan perdagangan Kamis (8/2/2018), harga menetap di US$3.380 per ton. Sepanjang tahun berjalan, harga seng tumbuh 1,84%.
Berdasarkan data World Bank Commodities Price Data, harga seng telah meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2017, rata—rata harga seng sebesar US$2.891 per ton, naik 27,71% dari US$2.090 per ton pada tahun sebelumnya. Adapun angka rata—rata di 2016 naik 7,56% dari tahun sebelumnya sebesar US$1.932 per ton.
Macquarie Group memproyeksikan rerata harga komoditas logam ini dapat meningkat menuju level US$3.050 per ton pada tahun ini akibat defisit pasar. “Lebih bullish, harga diperkirakan akan mencapai puncaknya di level US$3.350—US$3.400 per ton pada paruh pertama,” paparnya.
Berdasarkan data International Lead and Zinc Study Group (ILZSG), pertumbuhan permintaan seng global pada 2018 diproyeksikan akan meningkat menjadi 2,5% secara year on year (yoy) dari 0,7% yoy di 2017.
Amerika Serikat, Eropa, dan China menjadi negara—negara yang menopang sisi permintaan logam yang digunakan dalam proses pembuatan baja ini. “Total konsumsi pada 2018 diprediksi mencapai 14,28 juta ton, lebih tinggi dari jumlah tahun sebelumnya sebesar 13,93 juta ton,” kata ILZSG.
Sementara itu, produksi penambangan seng global pada 2018 diprediksi meningkat signifikan sebesar 6% yoy menjadi 13,78 juta ton dari tahun sebelumnya sebesar 13 juta ton. Volume pasokan baru mengalami tren meningkat sejak 2016.
Adapun produksi seng olahan global diproyeksikan meningkat 3,9% yoy menjadi 14,06 juta ton dari 2017 sebesar 13,53 juta ton.