Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan harga minyak mentah dunia mampu berakhir menguat pada perdagangan Kamis (14/12), di tengah beragam petunjuk tentang arah suplai dan permintaan dalam pasar minyak.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari ditutup naik 44 sen di level US$57,04 di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Feberuari ditutup menguat 87 sen di US$63,31 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
International Energy Agency (IEA) meningkatkan proyeksinya untuk produksi pada tahun 2018 oleh negara-negara di luar kelompok OPEC. Di sisi lain, IEA juga menyatakan keyakinan bahwa kelompok yang dipimpin Arab Saudi tersebut akan secara signifikan mengurangi kelebihan pasokan global.
Pada saat yang sama, pedagang dihadapkan dengan pembengkakan jumlah stok bensin AS di tengah penurunan persediaan minyak mentah Amerika untuk pekan keempat.
“Benar-benar terlihat beragam data. Perhitungan suplai AS cukup bullish bagi minyak mentah namun Anda juga melihat kenaikan pada bensin,” ujar Bill O'Grady, kepala pakar strategi di Confluence Investment Management, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (15/12/2017).
Dalam laporan yang dirilis kemarin, IEA mengungkapkan bahwa 2018 kemungkinan tidak merupakan tahun yang mendukung pengetatan pada pasar. “Pertumbuhan pasokan total bisa melampaui pertumbuhan permintaan,” jelas IEA.
Menurut Michael Loewen, pakar strategi komoditas di Scotiabank, keputusan IEA untuk mengangkat proyeksi pasokannya berarti dalam jangka pendek pasar terlihat sedikit lebih bearish.
“Namun, dalam jangka panjang, 2018 terlihat jauh lebih menarik daripada tahun 2017 dalam hal penyeimbangan,” tambah Loewen.
Harga minyak telah menguat ketika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama dengan Rusia dan pemasok utama lainnya, sepakat untuk memperpanjang pembatasan produksi sampai akhir 2018.
Persediaan minyak mentah di negara-negara maju, metrik kunci OPEC untuk menilai kelebihan pasokan, telah turun ke level terendah sejak Juli 2015, menurut IEA.
Di Laut Utara, sumber penting minyak mentah, Ineos Group mengumumkan keadaan force majeure pada Sistem Pipa Forties setelah menemukan retakan sehingga memaksanya menghentikan pengiriman minyak.