Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan OPEC dalam memperpanjang kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentah global pada Kamis pekan lalu (30/11) lantas tidak membuat harga minyak mentah sangat bergairah.
Terpantau pada perdagangan Senin (4/12) pukul 11.30 WIB, harga minyak West Texas Inetrmediate (WTI) semakin melemah hingga mencapai level US$57,87 per barel, atau turun 0,84% di New York Merchantile Exchange.
Adapun harga minyak Brent juga turun 0,43 poin atau 0,67% menuju US$63,30 per barel di ICE Futures Europe Exchange yang berbasis di London.
Padahal, minyak Brent telah mencapai level tertinggi pada US$64,32 per barel, sehari setelah OPEC dan produsen minyak mentah lainnya sepakat untuk memperpanjang pemangkasan produksi hingga akhir 2018. Adapun minyak WTI sempat mencapai level US$58,36 per barel.
Research Analyst FXTM, Lukman Otunuga dalam publikasi risetnya hari ini mengatakan bahwa minyak tidak begitu bergairah dengan adanya keputusan OPEC untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak hingga akhir 2018.
“Investor yang berharap OPEC akan mengambil ‘langkah luar biasa’ untuk menyeimbangkan pasar harus kecewa pada Kamis karena OPEC hanya sepakat untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak hingga akhir 2018,” kata Otunuga, Senin (4/12).
Baca Juga
Dia mengatakan, meskipun dalam jangka pendek harga minyak tetap bullish dengan adanya dukungan dari keputusan OPEC tersebut, namun reaksi pasar secara umum kurang bersemangat. Hal ini menandakan bahwa langkah ini sudah terefleksikan dalam harga.
“Bahkan ada kecurigaan bahwa persetujuan Nigeria dan Libya untuk turut membatasi produksi pada 2018 adalah alasan utama mengapa harga minyak tetap stabil pasca rapat ini,” ujarnya.
Seperti dilansir Bloomberg, Nigeria dan Libya, dua anggota OPEC yang awalnya diperbolehkan untuk tidak memangkas produksi minyak, kini ikut bergabung untuk memotong produksi.
Secara teknikal, Otunuga menuturkan, minyak WTI masih memenuhi persyaratan tren bullish pada grafik harian lantaran secara konsisten level tertinggi yang lebih tinggi dan level terendah yang lebih tinggi.
Breakout di atas US$58,00 per barel akan membuka jalan menuju kenaikan yang lebih besar pada level US$59,00 per barel. Namun breakout ke bawah level tersebut akan melanjutkan pelemahan ke level US$56,75 per barel, bahkan hingga US$56,00 per barel.