Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan permintaan aluminium global terus mendorong memanasnya harga aluminium seiring dengan ketegasan China dalam melakukan reformasi suplai. Diperkirakan pada tahun ini pasar aluminum mengalami defisit sebanyak 300.000 ton dan surplus sebesar 100.000 ton.
Pada penutupan perdagangan Jumat (20/10), harga aluminium turun 17 poin atau 0,79% menuju US$2.136 per ton. Sepanjang tahun berjalan, harga naik 30,92%. Sementara pada tahun lalu. Harga logam industri ini hanya menanjak sebesar 12,34% year on year (yoy) dan ditutup pada level US$1.693 per ton pada 30 Desember 2016.
Alcoa Corporation, produsen aluminium terbesar di Amerika Serikat dalam laporan laba kuartal ketiga menunjukkan peningkatan pendapatan sejumlah US$3 miliar, atau naik sebesar 4% secara berurutan dengan laba bersih mencapai US$113 juta, atau naik 51% dari periode sebelumnya.
Alcoa menyebutkan, pertumbuhan permintaan aluminium global yang diseimbangi dengan pengurangan suplai dari China semakin mendorong naiknya harga aluminium. Perusahaan memperkirakan sepanjang 2017 pertumbuhan permintaan berada dalam kisaran 5—5,5%, atau naik dari kuartal dua sebanyak 4,75—5,25%.
Diperkirakan pasar aluminium global cenderung relatif seimbang sepanjang tahun ini. Hal ini mendorong perusahaan mengurangi perkiraan surplus global dari percapaian surplus pada bulan sebelumnya.
“China akan memiliki surplus 1,8 juta –2 juta metrik ton aluminium pada tahun ini,” kata Alcoa Corp. seperti dilansir Reuters (21/10).
Angka tersebut menurun dibandingkan dengan proyeksi pada Juli lalu dengan surplus sebesar 2,2 juta –2,4 juta metrik ton.
“Akibatnya, diproyeksikan pasar aluminium global menuju keseimbangan relatif dalam kisaran defisit sebesar 300.000 ton dan surplus sebanyak 100.000 ton. Sebelumnya, pada Juli lalu perkiraan surplus global mencapai 300.000 ton –700.000 ton” paparnya.
China sebagai negara produsen terbesar aluminium disinyalir menjadi pendorong utama pergerakan reli harga aluminium. Pasalnya, China menunjukkan ketegasan dalam memegang janjinya untuk memperketat kapasitas produksi dalam rangka mengurangi pencemaran lingkungan.